Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Selasa, 15 Juli 2025

Apresiasi Putusan Jaksa Agung

- Sabtu, 05 Maret 2016 11:42 WIB
327 view
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo secara resmi memutuskan deponeering atau mengesampingkan kasus mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Alasannya, keduanya merupakan pegiat antikorupsi yang berkomitmen memberantas tindak pidana korupsi. Tindakan ini dilakukan semata-mata untuk kepentingan umum demi pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Jaksa menyatakan telah mempertimbangkan segala pro dan kontra yang terjadi di masyarakat. Selama ini gerakan di media sosial dan petisi online secara sporadis menyuarakan pembebasan Samad dan Bambang. Novel yang sebelumnya menjadi tersangka sudah lebih dahulu dihentikan kasusnya.

Meski putusan Jaksa Agung tetap dihormati, tetap ada pendapat yang berbeda yang lebih menginginkan  Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) dibandingkan deponeering. Secara teori deponeering adalah kewenangan yang diberikan oleh undang-undang kepada jaksa agung untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum. Hal itu dilakukan setelah memperhatikan saran dan pendapat dari badan-badan kekuasaan negara yang berhubungan dengan masalah tertentu.

Sesuai penjelasan pasal 35 Undang-Undang Nomor16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan/ atau kepentingan masyarakat . Sedangkan SKPP, merupakan kewenangan penuntut umum atau jaksa yang diberikan tugas sebagai penuntut umum dalam menangani suatu perkara. Alasan-alasan yang mendasari penuntut umum mengambil tindakan ini adalah tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana sehingga perkara ditutup demi hukum.

Bambang dijerat kasus dugaan mempengaruhi saksi dalam persidangan sengketa pemilihan kepala daerah Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, pada 2010. Sementara Samad menjadi tersangka kasus pemalsuan dokumen data kependudukan di Sulawesi Selatan. Dua kasus itu muncul bersamaan di kepolisian pada saat keduanya masih memimpin KPK, tak lama setelah KPK menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi.

Saat Polri melakukan proses penyidikan, sejumlah pro dan kontra bermunculan. Hal ini menyebabkan disharmoni antarlembaga penegak hukum, terutama antara KPK dan Polri. Akibatnya, kegiatan pemberantasan korupsi terganggu. Namun, istilah kriminalisasi masih menjadi perdebatan. Jaksa Agung berpendapat hal tersebut hanya pendapat sebagian masyarakat. Polri dinilai telah melakukan proses penyidikan secara benar melalui bukti masing-masing perkara. Sehingga, kejaksaan pun sempat menyatakan lengkap atau P21 untuk perkara Samad dan Bambang.

Pengamat hukum dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Bivitri Susanti, menilai langkah Prasetyo sudah tepat. Sebab Ombudsman dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia telah mengeluarkan rekomendasi dalam penyidikan kedua mantan pimpinan KPK itu, terutama saat penangkapan Bambang. Jadi langkap Jaksa Agung perlu diapresiasi dan harus menjadi energi dalam memberantas korupsi.

Terlepas dari pro kontra, momentum ini sebaiknya dimanfaatkan untuk pemberantasan korupsi yang jauh lebih baik. Pimpinan KPK yang baru harus serius melaksanakan program-program strategis lembaga antirasuah ini. Selain itu, para staf KPK diharapkan lebih berintegritas sehingga jalan untuk memberantas korupsi terus terbentang.

Korupsi masih menjadi kejahatan luarbiasa di negeri ini. Perlu tindakan luarbiasa pula untuk menghentikannya. Jika anak bangsa sibuk bertengkar, koruptor akan tertawa sebab mereka akan dilupakan. Sinergisitas antar lembaga hukum harus ditingkatkan demi kejayaan bangsa.(**)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru