Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Selasa, 15 Juli 2025

Jalan Berliku Pengampunan Pajak

- Selasa, 15 Maret 2016 10:11 WIB
370 view
Pengampunan pajak (fase amnesti) sudah didengungkan sejak  Jokowi menjadi presiden. Tujuannya untuk mengalirkan dana yang ada di luar negeri kembali ke Indonesia. Sebab Indonesia saat ini membutuhkan anggaran besar untuk pembangunan, jangka pendek dan jangka panjang, terutama untuk infrastruktur, pelabuhan, jalan tol, listrik, jalur kereta api dan bandara.

Jika dana pembangunan hanya bergantung dari APBN maka tidak akan cukup karena APBN untuk infrastruktur  dalam 5 tahun hanya bisa tersedia Rp 1.500 triliun. Sementara kebutuhan lebih dari Rp5.000 triliun. Jadi, tax amnesty diharapkan dapat memperkuat penerimaan negara dari pajak.

Kondisi tax ratio perpajakan Indonesia masih di bawah standar internasional. Saat ini berada di kisaran 11 persen masih berada di bawah standar negara-negara ASEAN dan Organisation on Economic Cooperation and Development (OECD). Kementerian Keuangan telah menargetkan ke depan tax ratio dapat meningkat menjadi 13 persen-14 persen.  Berbagai strategi telah dilakukan dan akan dirilis, antara lain tentang pengampunan pajak. Namun jalan untuk mewujudkan pengampunan pajak seolah terjal dan berliku. Banyak analis menyebutkan berbagai pihak tidak senang dengan kebijakan tersebut, terutama pihak asing yang selama ini menikmati dana parkir tersebut. Meski tuduhan itu perlu dibuktikan, tetapi nyatanya membahas dan mengesahkan RUU Pengampunan Pajak seperti terbentuk jalan buntu.

Implementasi kebijakan pengampunan pajak terganggu pengaruh kampanye pihak asing, yang tidak ingin Indonesia melakukan repatriasi modal para wajib pajak di luar negeri. Selama ini ada negara-negara yang sudah terlalu nyaman menyimpan dana milik wajib pajak yang tidak dilaporkan kepada institusi pajak di Indonesia. Padahal data sangat jelas menunjukkan bahwa memang uang orang Indonesia di sana cukup banyak.

Hanya perlu diawasi agar kebijakan pengampunan pajak berlaku bagi wajib pajak yang belum memenuhi kewajiban pajak secara benar, Jadi wajib pajak  harus membayar tebusan sekian persen dari nilai aset bersih yang belum dilaporkan. Hanya kebijakan ini tidak boleh berlaku bagi koruptor. Tax amnesty bukan mengampuni koruptor yang menyimpan dananya di luar negeri. Hal itu perlu dipilah agar jangan disalahgunakan kelompok tertentu.

Saat ini merupakan waktu yang tepat bagi pemerintah untuk memberlakukan kebijakan pengampunan pajak. Wacana ini sudah ada sejak pertengahan 2015 dan kini sudah menjadi konsumsi publik. Jika batal tentu bakal menjadi preseden buruk dan  meruntuhkan kepercayaan wajib pajak pada pemerintah serta menciptakan ketidakpastian. Apalagi kebijakan ini langsung mendapat respons positif dari kalangan pengusaha.

Hanya saja pemberlakuan kebijakan pengampunan pajak harus bersinergi dengan upaya reformasi perpajakan agar implementasinya bisa berjalan maksimal untuk optimalisasi penerimaan. Kebijakan pengampunan pajak tidak bisa berjalan maksimal, tanpa adanya upaya reformasi perpajakan secara menyeluruh. Tax amnesty akan berhasil dengan prasyarat keterbukaan data perbankan dalam level domestik, tidak hanya internasional.

Perlu diketahui, pengajuan RUU Pengampunan Pajak merupakan inisiatif pemerintah. Komisi XI DPR RI berdalih masih menunggu respon dan penjelasan pemerintah terkait dampak penerbitan aturan hukum itu bagi penerimaan pajak. Akibatnya, pembahasan RUU yang sifatnya mendesak ini masih gantung dan tak ada progres. Diharapkan pemerintah dan DPR RI menjadikannya prioritas, daripada membahas yang tak terlalu urgen bagi kepentingan rakyat banyak.(**)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru