Kominfo sudah menerima surat pemblokiran aplikasi transportasi online yang dilayangkan Kementerian Perhubungan. Hal ini berawal dari unjuk rasa para sopir yang mendesak pemerintah menutup layanan angkutan pelat hitam yang difasilitasi perusahaan jasa aplikasi, seperti Uber dan Grab Car.
Berbeda dengan angkutan pelat kuning yang dibebani dengan berbagai kewajiban, yang pelat hitam masih belum jelas apabila digunakan sebagai transportasi umum. Belakangan, penyedia jasa transportasi berbasis online, seperti Grab Car dan Uber mengaku memiliki payung hukum di Indonesia karena akta koperasi sudah keluar. Namun itu tak cukup.
Mereka harus mengurus izin pengelola dan operasional angkutan umum ke pemerintah daerah setempat. Surat izin usaha sebagai perusahaan angkutan umum mesti diubah bila ingin mendapatkan izin operasionalnya. Selain harus mengurus kir, penyedia jasa transportasi online mesti mematuhi ketentuan tarif dari pemerintah.
Mereka tidak bisa menentukan sendiri. Aplikasi yang digunakan untuk memesan kendaraan tidak perlu ditentang dan dipersoalkan. Perusahaan tranportasi lainnya bisa menirunya demi pelayanan yang terbaik.
Mengadopsi perkembangan teknologi informasi untuk meningkatkan pelayanan transportasi adalah keharusan. Sebab pengguna layanan online terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Perubahan ini tak bisa dicegah lagi. Konsumen saat ini mencari transportasi yang efisien, berbasis teknologi dan cepat. Pengusaha harus mampu mengkalibrasi market bila mau bersaing.
Di sisi lain, keamanan penggunanya transportasi lain harus dijamin. Jangan sampai tak ada yang bertanggung jawab atas keselamatan pengguna dan penyedia. Jasa layanan yang tak mau berubah akan tergilas roda zaman. Pengalaman jam Swiss yang manual yang akhirnya bangkrut akibat kehadiran jam digital, mesti menjadi pelajaran.
Jadi hadir secara online sudah menjadi keharusan, tetapi mesti mengacu pada ketentuan yang berlaku. Apabila ketentuan atau regulasi belum memadai, maka tugas pemerintah untuk segera menginventarisir masalah yang ada dan segera mengantisipasinya. Jangan sampai ada yang terlewatkan dan tak memberi kontribusi bagi negara dan masyarakat.
Harus diakui masih banyak hal di dunia online yang masih belum dijangkau aturan yang legal. Kita berharap pemerintah bijak menyikapi perkembangan transportasi online tersebut. Sebaiknya jangan ada yang diskriminatif.
Jika satu jenis diizinkan dan yang lain dilarang tentu tak adil. Misal, mengapa Gojek yang menggunakan sepeda motor pelat hitam diperbolehkan? Meski kebijakan pemerintah bisa dipahami mengapa bertindak demikian, walau perlu dijelaskan lebih lugas.
Transportasi online memang menjadi dilema. Sebaiknya sebelum larang melarang ditetapkan, pemerintah sebaiknya menyiapkan regulasinya terlebih dahulu. Hal yang belum ada ketentuannya, tak bisa serta merta dilarang. Perlu kehati-hatian sebab ini menyangkut banyak orang, dari penggunanya, maupun penyedia layanan online-nya.
(**)