Kegundahan kini tengah melanda pelaksana dan peserta Pemilu, terutama KPU. Pasalnya, hasil rekapitulasi suara Pileg 2014 yang direncanakan diumumkan 6 Mei kemarin, meleset. Hingga kemarin, baru 12 provinsi yang disahkan hasil rekapitulasinya di tingkat nasional. Itu artinya, masih ada dua pertiga dari total provinsi yang belum disahkan. Celakanya, jangankan di tingkat nasional, di beberapa daerah pun masih banyak yang baru melakukan penghitungan maupun pengesahan, baik di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi. Memang, KPU sudah mengundur tenggat waktu penetapan hasil Pileg 2014 menjadi 9 Mei mendatang. Itu artinya, KPU harus mengebut penghitungan suara supaya bisa ditetapkan sesuai target. Tapi waktu yang cukup mepet tersebut membuat sejumlah pihak waswas akan penetapan hasil Pileg 2014 ini.
Seyogianya, rekapitulasi suara di tingkat nasional tak butuh waktu yang lama. Pasalnya, rekapitulasi suara sudah ditetapkan di tingkat provinsi. Jadi tinggal menjumlahkan antar provinsi dan kemudian ditetapkan berapa jumlah suara yang berhasil diraih masing-masing partai. Tapi di situ pula masalahnya. Persoalannya, perhitungan di tingkat provinsi banyak yang bermasalah sehingga terlambat dilaporkan ke tingkat pusat. Lambatnya pengesahan di tingkat provinsi ini pun diawali banyaknya persoalan di tingkat kabupaten/kota yang juga berawal dari masivnya persoalan di tingkat TPS hingga kecamatan. Penghitungan suara dalam Pemilu ini ibarat diagram alir, bila macet di awal maka akan macet diakhir. Masivnya kecurangan ditengarai sebagai penyebab macetnya rekapitulasi suara di berbagai tingkat tersebut.
Anehnya, bukan publik sebagai pemberi suara yang meragukan/menghadang proses penghitungan suara tersebut. Banyaknya protes maupun tuntutan penghitungan ulang hingga pencoblosan ulang yang dilayangkan para partai politik bahkan termasuk para Caleg, membuat rekapitulasi suara tak berjalan mulus. Tak heran, KPU pun membatasi protes para saksi dalam rekapitulasi suara di tingkat pusat. Hal ini ditetapkan demi asa penetapan hasil Pemilu tidak melampaui batas yang telah ditentukan. Bukan hanya proses Pilpres selanjutnya yang akan terbengkalai bila penetapan hasil Pileg 2014 molor, tetapi KPU sebagai panitia pelaksana bakal diganjar pidana sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang.
Kendati berjalan damai dan kondusif, namun Pileg 2014 ini dianggap banyak pihak sebagai Pileg yang lebih buruk dibanding Pileg sebelum-sebelumnya. Banyaknya kecurangan yang terjadi dimana sebagian besar merupakan hasil persekongkolan antara Caleg dengan petugas pelaksana Pemilu seperti KPPS maupun anggota KPUD, dan banyaknya kesalahan mendasar yang dilakukan KPU seperti surat suara tertukar atau logistik Pemilu tidak sampai di tempat sesuai jadual, membuat pelaksanaan Pemilu hingga penghitungan suaranya tidak berjalan sebagaimana diinginkan. Ini menjadi pelajaran penting bagi KPU mulai dari pusat hingga daerah, dalam melaksanakan pilpres yang akan digelar bulan Juli mendatang.
(##)