Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 13 Juli 2025

Bahaya Budaya Curang

- Kamis, 08 Mei 2014 10:23 WIB
799 view
 Bahaya Budaya Curang
Beberapa calon siswa bintara Polwan diamankan karena  kedapatan memiliki kunci jawaban. Pada saat  bersamaan kunci jawaban UN juga beredar di kalangan siswa SMP yang sedang mengikuti UN. Benarkah para siswa itu punya kunci jawaban soal yang sedang mereka hadapi? Dan mengapa pula sampai calon siswa (Casis) Bintara  Polri bisa memperoleh kunci jawaban ujian tes tertulis? Sekali lagi, ada apa dengan bangsa ini yang kerapkali melakukan kecurangan dalam banyak hal?

Dalam dunia politik, curang sering kita lihat saat politisi menggunakan uang dan adanya penggelembungan jumlah suara. Di bidang ekonomi curang, sering kita dengar di mana proyek digiring untuk seseorang. Belum lagi adanya proyek fiktif, tetapi  dalam laporan proyek itu disebut ada. Dalam bidang hukum curang sering kita dengar saat hakim memutus perkara. Belum lagi Jaksa Penuntut Umum (JPU) kerapkali disorot karena mengatur tuntutan. Dalam dunia pendidikan sebagai benteng terakhir istilah curang juga sering kita dengar. Beredarnya kunci jawaban di kalangan siswa SMP dan SMU merupakan bentuk kecurangan.

Bagaimana memutus mata rantai kecurangan saat lembaga pendidikan sebagai benteng terakhir membentuk karakter bangsa yang bercirikan nilai kejujuran justru menceburkan dirinya dalam praktik kecurangan. Kita sudah mengetahui bahwa tujuan pendidikan adalah membangun kepribadian yang humanis, mengembangkan budaya kejujuran, membentuk sikap mental postif, berpandangan visioner, mengamalkan nilai Pancasila, peduli dengan sesama, sehingga menjadi manusia Indonesia yang bermental Pancasila dan berjiwa religius sesuai dengan ajaran dan panggilan nilai agama.

Masalahnya, mengapa budaya kecurangan itu sangat sulit diputus? Sementara nilai kejujuran adalah modal awal dan modal yang paling utama dalam kehidupan. Kehidupan apapun itu, baik kehidupan ekonomi, kehidupan politik, kehidupan hukum, kehidupan teknologi kejujuran sangat penting. Bersikap jujur merupakan mata uang yang berlaku di mana-mana. Semua nilai budaya, nilai agama, nilai sosial yang lainnya diarahkan untuk membangun manusia yang jujur. Jujur berarti tidak mau lagi berbuat curang.

Dalam realitas sosial yang kita lihat saat ini praktik kecurangan kerapkali kita lihat. Bahkan secara vulgar dan masif dipertontonkan kepada kita semua. Apa upaya mencegah praktik kecurangan ini sehingga suatu saat kita bisa menjadi bangsa yang jujur dalam segala hal? Lingkungan keluarga, lingkungan sosial, dan dukungan institusi pendidikan sangatlah penting. Kalau dari keluarga nilai kejujuran itu ditekankan sejak dini, didukung oleh lingkungan sosial yang baik (toleran), dan ditempa dalam institusi pendidikan yang menekankan ilmu pengetahuan dan teknologi maka sumber daya manusia kita akan semakin baik dan punya basis etika yang kuat dan punya nilai kejujuran yang tinggi.

Nilai kejujuran itu akan bersemi dengan baik dan kita akan menggapai cita-cita yang kita inginkan bersama dengan baik pula. Untuk itu, saatnya semua masyarakat kita disadarkan untuk berlaku jujur dan menjauhi kecurangan. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan sangat berperan penting dalam membangun budaya kejujuran dan mencegah budaya curang. Caranya, dengan menegakkan aturan, menghukum yang salah, mencegah korupsi, dan tegas dalam bersikap.

Dengan demikian masyarakat kita tidak akan berani macam-macam jika pemerintah itu punya wibawa, budaya tertib, budaya jujur, dan jauh dari korupsi. Masalahnya, apakah nilai kejujuran sudah terbangun dengan baik dalam tubuh pemerintahan kita? Mengapa sampai terjadi kebocoran kunci jawaban UN dan ujian tertulis tes Bintara polisi misalnya? Bukankah  bocoran itu datang dari pemerintah, sekalipun itu dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab? Bagaimana pemerintah bisa tegas kepada oknum yang mempermainkan kekuasaan dan menyalahgunakan wewenangnya sehingga ruang kecurangan tidak akan ditemukan lagi kelak di negeri ini. (#)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru