Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 14 Juli 2025

Perang Jenderal dan Sisi Gelap Pilpres

- Selasa, 24 Juni 2014 15:06 WIB
301 view
 Perang Jenderal dan Sisi Gelap Pilpres
Kalau kekuasaan akhir dari segalanya, tentu semua upaya akan dilakukan. Berangkat dari bangunan teori seperti ini muncullah penghalalan segala cara. Dalam dunia bisnis atau ekonomi sering kita dengar istilah  spekulatif dan manipulatif sebagai manifestasi dari mengejar  keuntungan semata. Maklum, dalam Ilmu ekonomi sebagaimana yang diajarkan  Adam Smith  telah mendoktrin jiwa kita dengan ungkapan yang sangat klasik "modal kecil untung besar", sehingga keuntungan (profit) sebagai hal yang harus dikejar sebagai tolak ukur kesuksesan.

Lantas, mengapa  dalam dunia politik seperti yang kita lakoni sekarang ini cara-cara tidak etis seringkali terjadi sebagai upaya mengejar kekuasaan ? Indikatornya sangat jelas. Lihat keberadaan para mantan jenderal di dua kubu. Jenderal yang telah purnawirawan itu terus memainkan berbagai strategi sebagai upaya mengejar kekuasaan yang dibelanya. Lihat, isu pelanggaran HAM Prawobo menyeret semua jenderal di dua kubu untuk saling sanggah, saling serang, saling memancing yang memperkeruh suasana. Deklarasi Pemilu damai dan berintegritas yang telah disepakati dengan mudah dilanggar. Celakanya yang melanggar justru mereka yang bisa dibilang merupakan kaum elite di negara ini.

Seharusnya keberadaan para jenderal di dua kubu hadir untuk menyejukkan masyarakat dengan memberikan pendidikan politik sehingga masyarakat kita makin melek politik yang bermartabat. Bukan menyuguhkan tontonan yang sangat tidak mendidik, kalau bisa dibilang "menjijikkan". Perang kata -kata mengenai seputar pelanggaran HAM 1998 kembali jadi menu utama semua media dengan mengutip pendapat dari dua kubu. Mana yang benar kita tidak tahu.

Secara sistem politik ini sangat merugikan. Padahal KPU dengan jelas dan  dasar hukum yang kuat telah meloloskan kedua Capres dan Cawapres karena memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan  UU. Lantas, mengapa persoalan 1998 dengan isu pelanggaran HAM, penculikan, dan berbagai isu yang menyesatkan itu masih muncul? Ada apa dengan negara ini? Kalau memang hal seperti ini bakal terjadi, lebih bagus KPU tidak meloloskan dari awal. Apalagi saat ini persoalan surat pemberhentian Prabowo oleh DKP telah beredar di dunia maya, bahkan ke tangan masyarakat.

Kita tidak mengerti mengapa hal ini bisa terjadi. Padahal harapan masyarakat adalah Pilpres yang menyejukkan . Pilpres yang membawa damai bisa mereka nikmati. Namun yang ada saat ini masyarakat terus menyaksikan jenderal di dua kubu saling berbantahan di media mengenai persoalan pelanggaran HAM 1998 dulu. 

Padahal sebagai prajurit yang kita kenal memegang integritas, profesionalisme dengan  Sapta Marga, tidak seharusnya menyuguhkan permainan politik "murahan" seperti yang terjadi saat ini. Alangkah elegannya jika para jenderal ini beradu program membangun visi bangsa, taktik beretika, dan memberikan pendidikan politik bagi  masyarakat agar memahami  politik secara baik dan benar.

Aristoteles sudah mengingatkan kita ribuan tahun  lalu bahwa politik itu seni untuk mencapai keadilan dan kebenaran,  bukan hanya persoalan bagaimana berkuasa. Sedangkan kekuasaan itu bersumber dari rakyat. Maka tanggung jawab pemangku kekuasaan itu adalah memberikan program yang terbaik kepada masyarakat dengan "konsep dan strategi pembangunan" yang bisa meningkatkan kualitas hidup mereka dalam semua aspek. Karena "kualitas hidup" yang meningkat secara terukur adalah  esensi dari demokrasi yang substansial, maka hendaknya ha itu tercapai melalui Pilpres 9 Juli 2014 ini.   (#)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru