Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 14 Juli 2025
Tajuk Rencana

Paradigma Pertanian Sehat

- Sabtu, 28 Juni 2014 14:31 WIB
393 view
Paradigma Pertanian Sehat
Dunia pertanian kita kembali menjadi primadona. Para petani disebut-sebut masa depannya oleh para calon presiden dan calon wakil presiden. Di pentas debat, Prabowo menyatakan,  sawah akan dibuka 2 juta hektar dengan memanfaatkan lahan-lahan yang ada. Jokowi menyatakan akan membangun irigasi terlebih dahulu. Di dalam salah satu kunjungannya kepada para petani tebu, JK berjanji akan meningkatkan jumlah industri tebu di Indonesia.

Benarkah petani akan lebih baik hidupnya? Jangan terlanjur percaya dulu. Dari dulu, diurus oleh seorang menteri khusus di bidang pertanian, para petani kita bukannya lebih baik hidupnya. Para petani malah semakin terpuruk. Karena hidup tidak lagi terjamin, banyak di antaranya yang melakukan tindakan terakhir: mengkonversikan lahannya dengan berbagai bangunan atau kebutuhan.

Ironis. Dulu kita pernah diberikan penghargaan karena pernah  swasembada beras. FAO menganugerahkan Indonesia penghargaan di bidang pangan yang dilakukan dengan gerakan yang sangat masif saat itu, di antaranya operasi Maduma. Dalam waktu sekejap, lahan-lahan di Indonesia disulap menjadi sawah. Presiden Soeharto pun turun ke sawah melakukan panen raya dan berbagai hal lain. Petani saat itu bangga.

Sayangnya masa itu berlalu sudah. Pemerintah sekarang  bukannya bekerja keras menaikkan produksi pertanian. Pemerintah malah asyik melakukan impor termasuk beras. Pemerintah terbuai oleh mafia impor sebagaimana disebut  JK. Mafia itu memberikan sogokan yang luar biasa atas nama kebutuhan dalam negeri kepada oknum pejabat.

Itu yang terlihat dalam kasus yang melibatkan para petinggi parpol ketika menyaksikan impor sapi. Kebutuhan dalam negeri dijadikan argumentasi untuk kemudian menyelenggarakan impor oleh menteri yang berasal dari satu parpol tertentu. Apa daya, negara dibuat tidak berdaya oleh para mafia ini.

Akibatnya para petani kita dibuat gigit jari. Jangankan bisa menikmati hasil panennya. Untuk kebutuhan sendiri, panen tersebut tidak cukup. Pemerintah tidak berhasil menjamin harga pupuk dan tetap tersedia dengan murah. Pemerintah tidak serius menata irigasi sehingga tenaga penyuluh pertanian juga tidak pernah diintensifkan pekerjaannya. Maka bisa dibayangkan apa yang terjadi. Para petani kita hidup segan,  mati tidak mau.

Mengembalikan kejayaan para petani dan menyediakan kembali lahan pertanian yang menjamin kehidupan para petani adalah kata kunci jika kita ingin melihat Indonesia lebih baik. Kebutuhan pangan kepada 240 juta penduduk Indonesia tidak bisa diatasi hanya dengan impor. Logika pemerintah seperti itu harus diubah. Kita harus bekerja untuk mengatasi kebutuhan dalam negeri dengan menggunakan kekuatan dan sumber daya dalam negeri sendiri. Tidak ada artinya mengandalkan impor karena sebagaimana disebutkan oleh banyak pihak, impor hanyalah sebuah penjajahan model baru.

Kita sadar bahwa pemerintah baru tidak mudah  mengelola masalah ini. Tetapi kebijakan membuka dan menutup impor adalah kebijakan pemerintah. Pemerintah baru harus memilih menteri yang benar-benar bebas kepentingan di dalam menata pertanian kita. Jika berasal dari parpol, sama saja kembali mempertaruhkan masa depan dan nyawa para petani kita.

Jika di banyak negara, susu yang murah bisa diperoleh dengan menggalakkan peternakannya, dan dengan demikian bisa meningkatkan kesehatan warganya, ada baiknya pemerintah juga berpikir hal yang sama. Dengan beras yang murah dan berkualitas, seharusnya setiap kita lebih sehat dan mampu bekerja dengan baik untuk meningkatkan produktifitas kita. Itulah resep utama. Itulah paradigma berpikir yang sehat. Bukan dengan paradigma impor (***)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru