Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman seumur hidup untuk Akil Mochtar. Apa yang dilakukan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta ini merupakan putusan yang naik kelas karena sebelumnya banyak keputusan pengadilan Tipikor yang dipertanyakan oleh masyarakat karena terlalu ringan dan tidak memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat. Apa yang dilakukan oleh pengadilan Tipikor ini sungguh sebuah terobosan yang sangat bagus sebagai upaya membangun kepercayaan bagi masyarakat (social trust) terhadap sistem hukum kita.
Fakta di lapangan yang kita lihat masyarakat sering main hakim sendiri ketika seorang penjambret atau rampok tertangkap tangan. Masyarakat langsung main hukum sendiri karena tidak percaya lagi pada lembaga hukum. Gejala ini kalau tidak diantisipasi akan membahayakan negara ini. Kita tentu tidak bisa menyangkal bahwa pembangunan sebuah negara, pembangunan segala bidang harus didukung oleh penegakan hukum yang berkeadilan bagi semua orang.
Untuk itu, kepercayaan masyarakat pada dunia hukum harus dipulihkan kembali dengan berbagai terobosan, termasuk menghukum para koruptor yang telah menggerus uang negara. Apa yang dilakukan oleh pengadilan Tipikor Jakarta sungguh sebuah putusan yang sangat adil mengingat apa yang dilakukan oleh Akil Mochtar merupakan kesalahan yang sangat fatal. Secara kelembagaan MK telah kehilangan marwah di mata masyarakat karena melakukan tindakan yang mengkhianati kepercayaan masyarakat pada lembaga ini.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama Akil sebelumnya dikenai enam dakwaan karena diduga menerima suap terkait sengketa pemilihan kepala daerah di sejumlah daerah, seperti Kabupaten Lebak, Palembang, Lampung Selatan dan Pulau Morotai. Akil Mochtar ditangkap oleh KPK atas dugaan penyuapan pada awal Oktober 2013 lalu di rumah dinasnya, Jalan Widya Chandra, Jakarta. KPK menyita mata uang dollar Singapura serta AS senilai kurang lebih Rp 3 miliar di kediamannya.
Perbuatan Akil ini sangat tidak pantas dan memalukan lembaga pengadilan. Lembaga sekelas MK mau menerima suap tentu menghancurkan sistem hukum kita yang berujung pada hilangnya kepercayaan masyarakat. Terlebih saat ini segenap aparat penegak hukum sangat dituntut untuk menegakkan apa yang jadi aturan untuk kebaikan bersama (bonum commune). Menempatkan hukum sebagai panglima (law enforcement) yang harus ditaati oleh semua warga negara bukan sekedar amanat UUD 1945, tetapi sebuah "keharusan" kalau kita ingin jadi bangsa yang besar.
Penegakan hukum, khususnya memaksimalkan hukuman bagi para koruptor harus dilakukan. Tidak perlu lagi toleransi bagi para koruptor yang merampas hak masyarakat yang dititipkan pada negara. Korupsi adalah perbuatan yang sangat keji, melanggar norma dasar, bahkan ditempatkan pada bagian kejahatan kemanusiaan yang luar biasa. Jelasnya lagi, semua putusan hakim yang bekerja di Pengadilan Tipikor harus mampu menghukum koruptor agar timbul efek jera dan pembelajaran bagi semua politisi, pejabat, kepala daerah atau yang memegang kekuasaan. Dengan demikian, ada sebuah harapan bagi masyarakat bahwa masa depan pemberantasan korupsi ini masih ada jika aparat penegak hukum, khususnya hakim Tipikor membuat putusan yang "naik kelas" (hukuman seberat-beratnya) seperti yang dilakukan pada Akil Mochtar.
(#)