Kasus utang Pemprovsu kepada kabupaten/kota di Sumut mencuat kembali, setelah beberapa tahun yang lalu kasus ini juga menimbulkan polemik yang sama. Kabar bahwa Pemprovsu menunggak utang sebesar Rp. 2,2 triliun adalah sebuah kabar yang tidak sedap di dengar.
Peristiwa tersebut juga menjadi berita karena gara-gara itu Gubsu sempat menantang duel wartawan yang menanyakan masalah tersebut. Sungguh sebuah sikap yang tidak perlu dipertontonkan sebenarnya karena utang tetap utang meskipun itu dibuat pada malam hari, sebagaimana pepatah menyatakannya.
Utang Pemprovsu memang selayaknya sebuah ironi. Utang itu berasal dari pajak yang seharusnya dikembalikan kepada daerah. Kabarnya, utang Pemprovsu bukan hanya dari pajak, tetapi juga dari kewajiban kepada daerah, di antaranya dana bantuan daerah bawahan (BDB) dan dana bagi hasil (DBH). Padahal, sebagai daerah provinsi, Pemprovsu seharusnya mengembalikan dana tersebut sebagai stimulus pembangunan di masing-masing daerah.
Pertanyaan yang masih belum jelas adalah mengapa Pemprovsu tidak segera membayarkan utang tersebut, bahkan sampai menunggaknya bertahun-tahun lamanya? Lalu, kemana uang tersebut selama ini sehingga tidak ada anggaran untuk mengembalikannya, sebab bukankah uang tersebut seharusnya masih tetap ada untuk dikembalikan?
Jawaban-jawaban memang masih belum ada yang memperlihatkan keseriusan Pemprovsu untuk memberikan klarifikasi. Sebelumnya dikabarkan bahwa Sekda Kota Medan mengungkapkan bahwa dana DBH dan BHP yang belum dibayarkan oleh Pemprovsu sudah sebesar Rp. 1.1 triliun! Angka itu berasal dari tunggakan tahun 2011 (Rp 265 miliar), 2012 (Rp 612 miliar), dan 2013 (Rp 933 miliar).
Bukannya menjelaskan keadaan yang sebenarnya, Kepala Biro Keuangan Pemprovsu malah berdalih bahwa tunggakan akan diselesaikan dan menolak bahwa tunggakan Pemprovsu kepada Kota Medan mencapai angka dimaksud. Sayangnya tidak juga ada klarifikasi mengenai penggunaan dana tersebut selama ini.
Beberapa daerah juga melaporkan hal yang sama sebenarnya. Mengenai masalah ini, tahun lalu sebenarnya beberapa daerah sudah pernah melaporkan hal yang sama, yaitu bahwa Pemprovsu tidak membayarkan kewajibannya kepada daerah. Padahal sejatinya dana tersebut merupakan dana yang harus dibagi, DBH, karena sudah seharusnya demikian.
Tertunggaknya pengembalian dana-dana ini memang memperlihatkan bahwa niat baik Pemprovsu kurang ada. Tahun lalu, Pemprovsu menyatakan bahwa PAD Sumut tidak memenuhi target sehingga DBH misalnya tidak segera dibayarkan. Belum lagi dengan adanya rasionalisasi yang pada tahun lalu sempat menjadi isu hangat di Pemprovsu. Jika itu merupakan dana yang adalah haknya daerah, mengapa harus terkena rasionalisasi anggaran miliknya Pemprovsu.
Sekda Provsu menyatakan bahwa tunggakan-tunggakan ini akan segera dibayar. Jelas ini merupakan pelanggaran terhadap aturan yang ada karena memang APBD Sumut berdasarkan evaluasi Kemendagri harus segera membayarkan dana-dana tersebut. Ada peluang dan potensi pelanggaran memang yang harus segera diselesaikan oleh para stakeholder.
Kita tidak ingin polemik menyangkut hak-nya daerah dan pengelolaan keuangan dilakukan secara tidak bertanggung-jawab. Penundaan pembayaran hak daerah hanya akan merugikan daerah karena dengan demikian secara tidak langsung akan menunda pembangunan masyarakat. Tidak mungkin hanya dengan kesepakatan dan saling pengertian. Persoalan ini harus dijadikan prioritas yang menuntut keseriusan masing-masing Pemda dan Pemko pula untuk memperjuangkannya. Kita harap mencuatnya kasus ini akan, mengakhiri penggunaan APBD secara tidak bertanggung-jawab untuk kepentingan dan kegunaan bagi sekelompok pihak saja.
(***)