Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 14 Juli 2025

Tragedi di Jalur Mudik

- Selasa, 15 Juli 2014 10:07 WIB
261 view
 Tragedi di Jalur Mudik
Lebaran masih sekitar dua pekan lagi. Namun kesibukannya sudah mulai terasa. Di Belawan para pemudik sudah mulai membanjir. Mereka bepergian lebih awal untuk menghindari arus mudik yang semakin padat. Sementara itu, kapal mudik gratis dari Jakarta tujuan Semarang sudah penuh. Tiket kereta api jurusan berbagai kota di Jawa juga hanya tinggal 10 persen saja yang masih bisa dibeli.

Pemerintah, lagi-lagi harus berhadapan dengan jalur mudik yang rawan memakan korban dan jauh dari kenyamanan. Bergeraknya puluhan juta orang dalam waktu seketika memang menyebabkan potensi berbagai persoalan, terutama transportasi. Dan disitu pulalah ujian atas kesiapan pemerintah.

Tahun lalu memang terjadi penurunan korban tewas. Meskipun menurun tetapi angkanya masih tetap fantastis: sekitar 700 orang. Selain meninggal dunia, luka berat mencapai 1.120 orang dan 4000-an orang mengalami luka ringan. Sementara itu, kendaraan yang terlibat kecelakaan umumnya adalah sepedamotor yang mencapai lebih dari 3.800 unit, disusul mobil barang 358 unit, bus sebanyak hampir 200 unit.

Beban ruas jalan sepanjang jalur mudik utamanya Pantura memang sangat berat. Di sana para pemudik harus bersaing dengan sesama pemudik. Kondisi jalannya selalu saja bikin parah. Tahun ini, Menteri Perhubungan menjamin bahwa H-10, jalur jalan Pantura sudah tidak ada lagi pengerjaan. Semuanya akan selesai.

Manajemen mudik kita memang amburadul sejak dulu. Salah satu penyebabnya adalah karena para pemudik selalu memilih menggunakan jalan termudah dan termurah di dalam bermudik. Kecelakaan yang menimpa moda transportasi terbanyak, yaitu sepedamotor adalah bukti bahwa pemudik lebih memilih moda yang mudah digunakan. Sayangnya di sana justru terjadi kematian yang tidak terduga dalam berbagai bentuk kecelakaan.

Pemerintah memang tidak atau belum sanggup menyediakan moda transportasi yang murah tetapi bersifat massal. Pilihan mudik menggunakan kereta api masih sangat jauh dari jangkauan. Padahal PT KAI sudah menggunakan berbagai upaya. Ekspansi terhadap penyediaan KA yang murah dan tetap tersedia, sangat sulit dilakukan oleh pemerintah, padahal setidaknya dalam 5 tahun terakhir terjadi penambahan puluhan gerbong KA. Ini berarti pemerintah tidak memprioritaskan penanganan mudik yang lebih mudah.

Penyediaan sarana bus untuk mudik juga lebih susah. Bukan hanya soal sarana bus milik pemerintah yang semakin tidak laik jalan, kondisi bus yang sudah ada pun masih jauh dari nyaman. Bus-bus milik swasta sering tidak laik jalan tetapi dipaksakan tetap beroperasi. Akibatnya yang rugi adalah masyarakat penggunanya. Karena pemerintah juga tidak bisa mengetatkan regulasi tuslah, maka sesuka hati para pemilik kendaraan bermotor mempermainkan harga.

Maka tidak heran jika karena melihat kesempatan ini, ada banyak pemilik kendaraan pribadi menggunakan kesempatan mudik untuk mendapatkan keuntungan dari rental kendaraan roda empat dengan harga selangit. Pemudik yang membutuhkan akhirnya terpaksa menggunakannya.

Belum lagi jika kita menyaksikan betapa sangat rawannya penjagaan keselamatan para pemudik selama di perjalanan. Polusi dan ancaman penyakit, adalah dua hal yang tidak pernah diperhitungkan. Pemerintah tidak pernah menghitung biaya sosial atas semua yang terjadi secara berulang ini setiap tahunnya.

Sangat disayangkan jika tahun ini pun manajemen mudik masih menggunakan cara "konvensional". Kita hanya bisa memperingatkan para pemudik untuk tetap berhati-hati dan mengutamakan keselamatannya. Bahaya menanti di sepanjang jalur mudik, pergi dan pulang. (***)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru