Rapat rekapitulasi hasil penghitungan suara nasional yang dilaksanakan KPU, Selasa, 22 Juli 2014, telah diselesaikan. KPU mengesahkan data hasil Pilpres dari 33 provinsi di Indonesia. Hasilnya, Jokowi-JK unggul dengan perolehan suara 53,15%. Berdasarkan perhitungan manual oleh KPU, Jokowi-JK memeroleh akumulasi suara sebanyak 70.633.576 suara (53,15 persen), sedangkan lawannya Prabowo-Hatta, mendapat sebanyak 62.262.844 suara (46,85 persen). Dengan demikian, selisih perolehan keduanya yakni sebesar 8.370.732 suara.
Uniknya, menjelang pengumuman tersebut, Prabowo membuat sebuah pengumuman yang mencengangkan. Ia memutuskan untuk menarik diri dari proses Pilpres 2014, termasuk perhitungan suara. Segera kemudian saksi-saksi dari kubu Prabowo meninggalkan ruangan tempat perhitungan suara.
Prabowo beralasan, telah terjadi beberapa hal, antara lain kecurangan dan rekomendasi Bawaslu yang tidak ditindaklanjuti oleh KPU.
Ia juga menuding telah terjadi kecurangan yang massif dan sistematis untuk memengaruhi hasil Pemilu Presiden ini.
Segera sesudah Prabowo mengambil sikap demikian, Menko Polhukam langsung melakukan siaran pers. Di dalam siaran persnya, atas nama pemerintah, Djoko Suyanto meminta kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tetap tenang, tidak mudah terhasut atau terprovokasi ataupun mengikuti ajakan untuk bertindak melanggar hukum, karena tindakan itu justru akan menciderai proses pematangan demokrasi.
Djoko Suyanto juga menjamin bahwa aparat keamanan akan tetap menjaga komitmen siaga penuh untuk mengamankan seluruh proses Pilpres. Hal tersebut senada dengan instruksi Presiden SBY.
Memang berdasarkan perdebatan di dalam proses rekapitulasi terdapat berbagai macam kecurangan. Masing-masing mengeluhkan menjadi korban kecurangan, maka pastilah keduanya juga sama-sama melakukan kecurangan.
Tetapi memang amat disayangkan jika kecurangan ini kemudian menjadi alasan bagi Prabowo untuk menarik diri. Sebagaimana disampaikan pakar hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra, masih ada forum lain untuk membuktikan bahwa suaranya telah dicuri oleh pihak lain.
Forum itu adalah Mahkamah Konstitusi. Sayangnya yang terjadi tidak demikian.
Publik tadinya berharap proses ini akan terus berlanjut dengan keberatan secara konstitusional sesuai payung hukum yang ada. Konsekuensi dari pengunduran diri ini tentunya adalah pada kondisi psikologis masyarakat pendukungnya. Ketidakpuasan akan mudah muncul meski memang Prabowo telah mengimbau supaya elemen pendukungnya bersikap tenang.
Sisi sebaliknya, pendukung Jokowi-JK juga bisa merasa kecewa karena mereka terlanjur berada dalam kondisi berharap bahwa kandidat yang mereka usung akan beroleh suara yang memenangkan kompetisi secara clear majority. Sayangnya, harapan itu pun sia-sia juga.
Kedua kondisi itu bisa berpotensi memicu persoalan. Makanya pemerintah harus bekerja keras untuk mengendalikan keadaan.
Aparat keamanan harus berada dalam kondisi terus bersiaga untuk mencegah bentrokan yang tidak perlu ataupun provokasi dari pihak yang ingin menciptakan ketidaknyamanan pada kita semua.
Tindakan KPU untuk meneruskan rekapitulasi harus dihargai sebagaimana diamanatkan UU.
Tetapi mengenai akibat politik dari semua kejadian yang ada, akan kita tunggu hasilnya. Semoga semua kita terhindar dari hal-hal yang menarik mundur bangsa ini
(***)