Pemerintah akhirnya- menerapkan ujicoba pembatasan solar dan premium. Langkah pertama diterapkan pada solar bersubsidi melalui Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) pemerintah baru saja mengeluarkan tiga aturan terkait pengendalian BBM subsidi.
Pertama, pemerintah menetapkan bahwa akan dilaksanakan penghapusan solar bersubsidi di Jakarta Pusat. Berdasarkan catatan, di Jakarta Pusat konsumsi solar bersubsidi adalah paling rendah dengan jumlah SPBU hanya 27 unit. Maka diyakini, dampak kebijakan ini akan minimal.
Direncanakan, regulasi ini akan diberlakukan di wilayah yang lebih luas, secara khusus di daerah yang boros BBM.
Kedua, 6 Agustus nanti, akan diberlakukan aturan pelarangan penjualan BBM subsidi jenis premium di seluruh SPBU jalan tol Indonesia.
Yang disediakan nantinya hanyalah Pertamax. Asumsinya adalah bahwa pengguna jalan tol adalah mereka yang memiliki uang sehingga pastilah bisa membeli BBM non-subsidi. Sampai saat ini total jumlah SPBU di jalan tol mencapai 29 unit. Dari jumlah tersebut, 27 unit SPBU ada di wilayah Marketing Operation Region III (Jawa bagian Barat) dan 2 unit SPBU ada di wilayah Marketing Operation Region V (Jawa Timur).
Ketiga, akan ada pembatasan pembelian solar. Nantinya, mulai 4 Agustus 2014, penjualan solar hanya akan dilayani pada pukul 06.00-18.00 (Pagi-Sore) di wilayah tertentu yang rawan terjadi tindak kriminal. Sedangkan di malam hari tak ada penjualan solar bersubsidi mulai 18.00-06.00. Penentuan wilayah tersebut difokuskan untuk kawasan industri, pertambangan, perkebunan dan wilayah-wilayah yang dekat dengan pelabuhan dimana rawan penyalahgunaan solar bersubsidi. Sementara itu, SPBU yang terletak di jalur utama distribusi logistik, tidak dilakukan pembatasan waktu penjualan solar.
Untuk wilayah-wilayah yang sudah menerapkan pembatasan ataupun pengaturan waktu seperti Batam, Bangka Belitung serta sebagian besar wilayah Kalimantan tetap akan menerapkan aturan sesuai yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat.
Tidak hanya solar di sektor transportasi, mulai 4 Agustus 2014, alokasi solar bersubsidi untuk Lembaga Penyalur Nelayan (SPBB/SPBN/SPDN/APMS) juga akan dipotong sebesar 20% dan penyalurannya mengutamakan kapal nelayan di bawah 30GT.
Pemerintah memang sedang serius melaksanakan upaya penghematan BBM. Khusus solar, PT Pertamina mencatat bahwa realisasi penyaluran BBM subsidi solar sudah mencapai 60% dari jatah tahun ini. Dalam UU No. 12 Tahun 2014 tentang APBN-P 2014 yang telah disahkan, volume kuota BBM bersubsidi dikurangi dari 48 juta KL menjadi 46 juta KL. Sementara itu, sampai dengan data 31 Juli 2014, data sementara realisasi konsumsi solar bersubsidi sudah mencapai 9,12 KL atau sekitar 60% dari total kuota APBNP-2014 yang dialokasikan kepada PT Pertamina (Persero) yang sebesar 15,16 juta KL.
Ancaman terhadap jebolnya kuota memang bukan hanya pada solar. Sampai dengan saat ini, realisasi konsumsi premium bersubsidi telah mencapai 17,08 juta KL atau 58% dari kuota APBNP-2014, sebesar 29,29 juta KL. Maka jelas penghematan adalah satu-satunya jalan yang bisa ditempuh sekarang ini, berupa pembatasannya. Menaikkan harga BBM tahun ini kelihatannya tidak akan ditempuh oleh pemerintah.
Sebanyak Rp257 triliun tahun ini memang hanya untuk alokasi subsidi. Angka tersebut luar biasa besarnya. Itu harus dihemat dan dipastikan memang tidak jatuh ke tangan yang tidak membutuhkan. Dari sekian rencana uji coba, baru kali ini pemerintah serius melaksanakannya.
Kita berharap, meski ada kelemahan sebagaimana ditengarai banyak pihak, program uji coba ini setidaknya jalan kecil untuk membiasakan masyarakat membeli BBM dengan harga keekonomisannya, yang tentunya akan lebih mahal daripada seperti selama ini. Kita berharap jalan menuju pencabutan subsidi kepada kelompok kaya juga akan semakin lempang.
(***)