Entah- mengapa, syahwat kekuasaan dan berkuasa selalu saja menjadi impian banyak parpol di negeri ini. Tidak heran kemudian, atas ambisi itu, berbagai cara pun ditempuh supaya bisa menduduki kekuasaan tadi.
Itulah yang kita lihat pasca Pilpres. Salah satunya dengan adanya manuver dalam tubuh parpol. Yang paling kencang adalah di Partai Golkar. Sekarang ini, ada tarik ulur terhadap keputusan untuk melaksanakan Munas. Pihak Abu Rizal Bakrie berpendapat pengurus akan mempertanggungjawabkan kepengurusannya di Munas tahun depan. Namun beberapa pengurus, mendorong dengan serius agar pelaksanaan Munas tahun ini, di antaranya Agung Laksono yang sudah memilih Fahmi Idris untuk menjadi tim suksesnya.
Agung Laksono kelihatannya memang ingin membawa Partai Golkar ke dalam gerbong pemerintahan Jokowi-JK yang ditetapkan oleh KPU sebagai pemenang Pilpres. Memang ada keengganan untuk berada di luar pemerintahan, karena menurut beberapa pengamat, Partai Golkar tidak punya tradisi beroposisi.
Parpol lain kini juga sedang mulai bergejolak. Salah satu diantaranya adalah PPP. Muktamar PPP kini sedang didengung-dengungkan beberapa pihak, di antaranya Wakil Ketua Umum PPP sendiri, Suharso Monoarfa. Ia beranggapan bahwa kepemimpinan PPP dibawah Surya Dharma Ali perlu dievaluasi apalagi karena SDA sudah menjadi tersangka dalam kasus dana haji oleh KPK.
Bagaimana dengan parpol lain? Diam-diam, ada isu yang berkembang bahwa di tubuh PAN juga berkembang ide untuk menyalurkan kadernya jika kelak MK memutuskan bahwa Jokowi-JK sebagai pemenang yang sah.
Kita tahu bahwa tanpa kekuasaan parpol seolah tidak percaya diri pada kekuatannya sendiri. Mereka seolah tidak percaya bahwa mereka akan mendapatkan kekuasaan versi mereka.
Kekuasaan versi parpol memang identik dengan duduk di pemerintahan. Hanya dengan duduk di pemerintahanlah, menurut mereka, kekuasaan itu bisa lebih berarti dan bermanfaat. Sayangnya, cara berpikir seperti itu salah. Kekuasaan tidak seharusnya diartikan sebagai kekuasaan untuk melakukan sesuatu sebagai bagian dari pemerintahan. Kekuasaan bisa juga dimaknai dengan cara lain.
Salah satu yang dilakukan PDI-P misalnya adalah berada di luar pemerintahan. Tanpa posisi apa-apa, mereka adalah parpol yang berkuasa sebagai oposisi. Mereka tidak ingin mendapatkan kekuasaan dalam bagian pemerintahan. Setidaknya dalam 10 tahun terakhir, godaan terhadap kekuasaan silih berganti. Tetapi PDI-P tetap konsisten dan percaya diri bahwa apa yang mereka lakukan adalah benar adanya. Karena itulah kemudian mereka mendapatkan kepercayaan dari masyarakat untuk memerintah kini.
Menarik jika kita juga menyaksikan sikap yang berbeda disampaikan Ketua Umum Partai Demokrat. SBY, dalam video yang diunggah ke YouTube menyatakan bahwa Partai Demokrat lebih baik berperan sebagai kekuatan penyeimbang dan tidak masuk ke dalam koalisi permanen, baik kubu Prabowo maupun kubu Jokowi. Dan itulah pilihan Partai Demokrat , setelah publik bertanya-tanya ketidakhadiran mereka dalam penandatanganan koalisi Merah Putih secara permanen beberapa waktu lalu.
Berperan dalam negara ini memang tidak semudah membalik telapak tangan. Tetapi memilih peranan lebih sulit lagi. Di dalamnya ada godaan kekuasaan.
Ada keinginan untuk mendapatkan sumber kekuatan, entah itu kekuatan politik, kekuasaan atas uang, kekuasaan atas orang. Negeri kita masih miskin partai politik yang siap beroposisi
(***)