Pekan lalu,- Presiden SBY menyampaikan nota pengantar RUU R-APBN 2015 yang nantinya akan dibahas dengan DPR. Itu adalah kebiasaan setiap tahun, sebelum peringatan 17 Agustus dilaksanakan.
Di dalam pernyataannya, pemerintah menyampaikan bahwa diasumsikan pendapatan negara adalah sebesar Rp. 1.762 triliun. Sebagian besar dari pendapatan tersebut berasal dari sektor pajak, yaitu Rp. 1.370,8 triliun. Bagaimana dengan pengeluaran? Menurut pemerintah, hitung-hitung belanja mencapai Rp. 2.019,9 triliun. Kemana saja itu? Belanja pemerintah pusat dipatok Rp. 1.379,9 triliun, sementara transfer dan dana desa adalah sebesar Rp. 640 triliun. Dengan kalkulasi demikian, maka defisit anggaran diperkirakan mencapai 2,23 persen terhadap PDB.
Presiden juga mengungkapkan bahwa khusus untuk penggunaan anggaran, ada 7 kementerian dengan alokasi anggaran di atas Rp. 40 triliun, yaitu Kementerian Pertahanan, Kemendiknas, Kementerian PU, Kementrian Agama, Kementerian Kesehatan, Kepolisian RI dan Kementerian Perhubungan.
Menarik mencermati bahwa mulai tahun depan, akan ada dana desa sebesar Rp. 9,1 triliun. Dana ini merupakan pengejawantahan dari UU Desa yang mengalokasikan dana untuk kepentingan pembangunan desa. Perlu ada apresiasi, tetapi di satu sisi kita mengharapkan ada pengawasan yang ketat terhadap penggunaan uang tersebut.
Anggaran lain yang juga cukup besar adalah subsidi energi. Pada RAPBN 2015 ini, pemerintah mengalokasikan total subsidi sebesar Rp. 433,5 triliun. Dari jumlah tersebut, subsidi energi mendapatkan alokasi yang sangat besar yaitu Rp. 363,5 triliun sementara subsidi non-energi sebesar Rp. 70 triliun. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa pemerintah mengasumsikan harga BBM dan listrik tidak akan naik.
Penjelasan yang sama memang disampaikan Menteri Keuangan. Dijelaskan bahwa kenaikan harga BBM memang merupakan tanggung-jawab pemerintah yang baru. Banyak pengamat menilai, bahwa Presiden SBY tidak ingin berbagi beban dengan menaikkan harga BBM tahun ini, karena tidak ingin merusak reputasinya. Ia tidak ingin juga menjelaskan bahwa tahun ini, ada hutang Rp. 40-an triliun kepada APBN 2015 nanti, untuk subsidi energi.
Maka para pengamat menilai bahwa beban pemerintahan baru memang akan sangat besar dan berat. Selain subsidi yang begitu besar, manuver anggaran juga sangat sempit. Seluruh alokasi anggaran kelihatannya tidak lagi bisa dirancang untuk menampung program-program pemerintahan baru. Seluruh program yang disusun pemerintahan Presiden SBY ini kelihatannya harus segera direvisi pada awal tahun 2015 nanti.
Jadi bagaimana? Apa yang harus dilakukan? Salah satu cara yang perlu dicermati adalah meningkatkan optimalisasi penerimaan pajak. Jika ruang untuk belanja tidak bisa lagi dinaikkan, maka satu-satunya cara adalah meningkatkan ruang penerimaan dari sektor pajak. Masih ada peluang atas masih rendahnya tax rasio Indonesia, bahkan lebih rendah dari negara-negara tetangga.
Selain itu, jika pemerintah baru ingin memainkan program unggulannya sendiri, mau tidak mau harus dibuka celah lain, setidaknya sebelum ada pembahasan terhadap perubahan APBN 2015 jika nantinya telah ditetapkan menjadi UU. Salah satu celahnya adalah menggunakan dana Coorporate Social Responsibility (CSR). Dana CSR ini bisa digalang untuk mendanai program pemerintahan baru yang tidak tertampung ke dalam APBN 2015. Dana ini bisa membiayai berbagai rencana yang mungkin baru disusun oleh pemerintahan baru.
Itulah wajah kita tahun depan. Anggaran yang disusun mencerminkan kondisi kita. Banyak pengamat berkomentar pesimis, tetapi kita harus tetap bersemangat, apalagi dengan adanya pemerintahan baru
(***)