Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Selasa, 15 Juli 2025

Jangan Biarkan Masyarakat Ketakutan

Redaksi - Kamis, 11 Juni 2020 11:47 WIB
420 view
Jangan Biarkan Masyarakat Ketakutan
koinworks.com
Ilustrasi
Pernyataan mengejutkan datang dari anggota Pansus Covid-19 DPRD Sumut saat rapat dengar pendapat dengan Kadis Kesehatan Sumut dr Alwi Mujahid Hasibuan, Senin (8/6/2020). Katanya saat ini masyarakat ketakutan berobat ke RS karena kuatir dituduh telah tertular Covid-19. Akibatnya, masyarakat lebih memilih beli obat saja ke apotik maupun berobat tradisional, jika mengalami sakit.

Rasa ketakutan masyarakat ini memang masuk akal mengingat gejala-gejala pasien yang tertular Covid-19 mirip dengan penyakit flu, demam dan batuk. Apalagi bagi pasien memiliki penyakit bawaan seperti asma, bronkitis, TBC, jantung, lever dan penyakit lainnya. Sehingga jika merasakan gejala flu dan batuk, ada kecenderungan pihak RS langsung memvonisnya sebagai pasien Covid-19 dan wajib diisolasi.

Bahkan tidak jarang terjadi ada pasien dengan gejala flu tersebut memiliki penyakit bawaan. Baru beberapa hari di RS meninggal dunia. Padahal hasil pengujian laboratorium melalui swab test (PCR) untuk memastikan apakah pasien positif Covid-19 belum keluar, tapi langsung dikebumikan dengan prosedur pasien Covid-19. Sehingga banyak muncul protes dan kecurigaan masyarakat, jangan-jangan RS "bermain" dalam penanganan pasien ini. Wajar-wajar saja karena biaya penanganan pasien Covid-19 ini cukup menggiurkan, yang semuanya ditanggung pemerintah.

Bahkan baru-baru ini ada viral di media sosial di salah satu rumah sakit swasta ternama di Medan. Pasien tumor otak meninggal dunia dan divonis RS tersebut sebagai pasien Covid-19. Pasien disebut-sebut langsung dikebumikan dengan prosedur Covid-19 bahkan pihak keluarga mengaku tidak mengetahui keberadaan jenazah pasien. Akibatnya RS tersebut telah diadukan ke polisi untuk mendapatkan keadilan dan kebenaran bagi keluarganya.

Penularan Covid-19 ini memang sudah menakutkan. Apalagi korbannya tidak hanya rakyat biasa tetapi juga telah mengakibatkan sejumlah dokter dan paramedis meninggal dunia. Bahkan kabar terakhir 12 perawat RS Pirngadi positif Covid-19. Meskipun menakutkan, tetapi bagi pihak RS, penanganan pasien Covid-19 ini merupakan bisnis yang menghasilkan banyak uang.

Apalagi pemerintah sudah menetapkan Covid-19 sebagai bencana nasional non alam. Artinya, pemerintah akan membiayai seluruh pasien Covid-19 yang menjalani rawat inap di RS maupun rawat jalan. Standar biaya penanganannya pun sudah ditetapkan pemerintah melalui Menteri Kesehatan, cukup menggiurkan.

Bahkan jika berobat di RS Swasta yang bukan rujukan pemerintah dengan biaya sendiri, biayanya bisa mencapai Rp 500 juta. Hal ini dikeluhkan seorang keluarga pasien di Jakarta, April 2020 lalu. Sedangkan jika dirawat di RS rujukan yang sudah ditunjuk pemerintah, biayanya juga mencapai ratusan juta rupiah.

Kemana saja biaya itu digunakan hingga mencapai ratusan juta per pasien?. Sesuai keputusan Menteri Kesehatan No.HK 01.07/MENKES/238/2020 tentang Petunjuk teknis klaim penggantian biaya perawatan pasien penyakit infeksi emerging (PIE) tertentu bagi RS yang menyelenggarakan pelayanan virus corona (Covid-19) maka ditetapkan biaya perawatan pasien tanpa komplikasi bisa mencapai Rp 7,5 juta - Rp 15,5 juta per hari. Jika pasien komplikasi minimal Rp 9,5 juta dan maksimal Rp 16,5 juta per hari. Sehingga jika pasien dirawat selama 14 hari di RS rujukan pemerintah maka negara harus mengeluarkan biaya terendah Rp 105 juta hingga Rp 231 juta. Biaya itu belum termasuk penguburan pasien Covid-19 yang meninggal dunia.

Bukankah itu bisnis menggiurkan bagi rumah sakit ? Sehingga wajar saja Anggota DPRD SU yang sudah melakukan kunjungan ke sejumlah daerah itu menyatakan tidak setuju nyawa manusia dibisniskan rumah sakit hanya untuk meraup uang negara secara legal.

Hampir dipastikan, mayoritas masyarakat saat ini dihantui ketakutan kalau berobat ke rumah sakit. Bahkan ketika ditawari untuk rapid test juga banyak yang menolak karena jika hasilnya reaktif bakal dikucilkan masyarakat. Padahal belum tentu mereka tertular Covid-19, tetapi dampaknya sangat meresahkan.

Keresahan masyarakat ini perlu mendapat perhatian GTPP Covid-19 Provinsi Sumut, karena sangat berbahaya bagi masyarakat, khususnya pasien yang selama ini sudah rutin ke rumah sakit karena penyakit yang dialaminya jika takut berobat ke RS. Seperti pasien penyakit jantung, darah tinggi, diabetes, TBC dan lainnya.

Sebaiknya, GTPP Covid-19 jangan hanya sibuk mengurusi bagi-bagi sembako dan APD, tetapi juga harus bisa meyakinkan masyarakat bahwa RS rujukan pemerintah dan RS swasta lainnya tidak akan mempermainkan pasien. Lakukanlah sosialisasi dengan baik dan benar kepada masyarakat, baik melalui media cetak maupun online. Sehingga rasa ketakutan dan kekhawatiran masyarakat itu bisa teratasi sehingga tidak menimbulkan kepanikan dan kerugian yang lebih besar. (*)

SHARE:
komentar
beritaTerbaru