Komitmen Pemerintah dan Polri memberantas narkoba tentu tidak perlu diragukan lagi. Polri dan juga BNN (Badan Narkotika Nasional) baik di pusat maupun di daerah terus aktif memberantas narkoba, sehingga hampir setiap hari ada pemberitaan penangkapan pelaku narkoba. Anehnya narkoba tetap tak habis-habis dan para pelakunya pun tak jera-jera pula.
Info terbaru sebagaimana diberitakan harian ini, Jumat (2/7), Satuan Tugas Polri dalam 2 bulan terakhir (Mei-Juni 2020) berhasil mengungkap peredaran narkoba berupa 1,2 ton sabu, 35.000 butir ekstasi, dan 410 Kg ganja. Tak terbayangkan berapa jumlah korban sekiranya barang haram tersebut sempat beredar di masyarakat. Syukurlah aparat Polri berhasil mengungkapnya.
Barang bukti kasus narkoba yang melibatkan jaringan internasional itu dimusnahkan sehari setelah peringatan Hari Bhayangkara ke-74, Kamis (2 Juli 2020) di Mapolda Metro Jaya. Selain disaksikan Kapolri, pemusnahan itu juga dihadiri Ketua MPR Bambang Soesatyo, Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry, Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo dan Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana.
Yang menarik adalah pernyataan Kapolri Jenderal (Pol) Idham Aziz saat acara pemusnahan itu. Dia mengingatkan anggota Polri tidak terjerumus ke dalam penyalahgunaan narkoba. Bagaimana memberantas narkoba kalau kita sendiri bagian dari (peredaran narkoba) itu, kata Kapolri. Hal ini ibarat "sapu kotor", bagaimana pun tidak akan bisa membersihkan 'lantai kotor".
Kelihatannya Kapolri tidak main-main dalam pemberantasan narkoba di internal Polri. Menurutnya, polisi sebagai aparat keamanan tentu sudah tahu aturan dan UU. Oleh sebab itu, kalau polisi terlibat narkoba harus dihukum berat, hukumannya sebenarnya harus hukuman mati.
Kalau direka-reka, mungkin saja Kapolri sudah gerah melihat perilaku anggotanya selama ini yang terlibat narkoba. Sesuai data Bareskrim Polri yang dikutip dari media daring akhir tahun lalu, oknum anggota Polri yang terlibat kasus narkoba memang terus mengalami peningkatan setiap tahun. Namun hukumannya tidak seperti yang diharapkan.
Kalau tahun 2018 ada 364 oknum Polri yang terlibat narkoba, maka tahun 2019 meningkat menjadi 515 orang. Demikian juga pada semester satu 2020 ini, juga banyak berita yang beredar terkait keterlibatan oknum Polri dalam kasus narkoba, termasuk di daerah ini.
Di Sumut sendiri pada tahun 2019 ada 38 personel dipecat dan terbanyak karena terlibat narkoba. Ke depan diharapkan hukuman bagi oknum Polri terlibat narkoba ini jangan lagi hanya dipecat tetapi harus dihukum berat sebagaimana ditegaskan Kapolri.
Selain oknum Polri terlibat narkoba, ternyata oknum TNI juga ada 146 orang yang terlibat narkoba tahun 2019, meningkat dari tahun 2018 yang hanya 49 orang. Angka-angka keterlibatan aparat penegak hukum ini, merupakan angka yang ketahuan (ketangkap), sehingga angka yang sebenarnya kemungkinan besar masih jauh dari angka-angka itu.
Kasus narkoba di Indonesia sudah termasuk kasus luar biasa (extraordinary) maka penanganannya juga harus luar biasa. Salah satu langkah luar biasa untuk penanganannya adalah hukuman mati bagi aparat penegak hukum yang terlibat narkoba.
Kalau tidak dengan hukuman berat maka pemberantasan narkoba ini tidak akan tuntas-tuntas. Melalui hukuman berat maka diyakini akan memberikan efek jera bagi para pelaku. Selain itu para terpidana narkoba yang sudah divonis mati pengadilan diharapkan segera dieksekusi. Karena jika dilama-lamakan maka dengan kelihaiannya aksi mereka dari dalam penjara juga tetap jalan sebagaimana disinyalir terjadi selama ini.
Penerapan hukuman berat bagi oknum yang terlibat ini tentu saja harus dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan aparat. Jangan sampai ada alasan mereka bahwa keterlibatannya dalam narkoba akibat tingkat kesejahteraan yang masih rendah. Jadi jika tingkat kesejahteraan aparat sudah baik maka tindakan tegas pun pasti akan mendapat dukungan dan masyarakat pun akan semakin mencintai Polri. (*)