Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Selasa, 15 Juli 2025
TAJUK RENCANA

Covid-19 Jangan Jadi Ajang Kampanye

Redaksi - Selasa, 14 Juli 2020 10:17 WIB
436 view
Covid-19 Jangan Jadi Ajang Kampanye
Pngtree
Ilustrasi
Pemilihan kepala daerah secara serentak akan digelar 9 Desember 2020 di 270 daerah di seluruh Indonesia. Rinciannya adalah 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota. Di Sumut akan digelar di 23 kabupaten/kota.

Tahapan pelaksanaannya pun sudah dimulai sejak 15 Juni 2020 lalu dengan penyusunan daftar pemilih oleh KPI dan penyampaian kepada PPS hingga 14 Juli 2020. Kemudian berlanjut dengan penelitian, penyusunan, rekapitulasi data mulai dari tingkat desa hingga pengumuman daftar pemilih tetap oleh PPS pada 28 Oktober-6 Desember 2020.

Meskipun paslon baru akan ditetapkan pada 23 September mendatang tetapi sejumlah nama, terutama kepala daerah yang masih menjabat saat ini (incumben) sudah dapat dipastikan akan maju lagi. Sehingga mereka sudah mulai melakukan langkah-langkah strategis dan berkampanye secara terselubung. Padahal masa kampanye secara resmi baru akan dimulai 26 September hingga 5 Desember mendatang.

Apalagi di masa pandemi Covid-19 saat ini, menjadi satu kesempatan untuk melancarkan kampanye terselubung mereka dengan memanfaatkan amunisi yang sudah tersedia di depan mata, yaitu bantuan sosial. Langkah-langkah mereka sudah kelihatan pada penyaluran Bansos tahap pertama kepada masyarakat yang terdampak Covid-19. Bantuan itu pun tidak tanggung-tanggung, ada dari pusat, provinsi dan daerah masing-masing yang semuanya dikoordinir pemerintah daerah.

Bahkan ada kepala daerah yang sudah pasti maju, tidak malu-malu mencantumkan nama dan gambar dirinya di kemasan bantuan sembako yang disalurkan. Dengan bangga mereka mengatakan bahwa bantuan itu atas perjuangan dan usaha mereka. Padahal yang disalurkan adalah bantuan dari pemerintah bukan pribadinya.

Selain modus penyaluran bantuan, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) juga telah mengungkapkan modus penyelewengan anggaran penanganan Covid-19 untuk kepentingan Pilkada. Tentu saja yang melakukannya juga adalah para incumben yang masih punya kesempatan maju di periode kedua.

Menurut Ketua KPK Firli Bahuri sebagaimana diberitakan harian ini, Senin (13/07/2020), modusnya bisa dilihat dari besar kecilnya permintaan anggaran untuk Covid-19, khususnya di daerah yang ikut Pilkada. Beberapa kepala daerah yang daerahnya ikut Pilkada mengajukan anggaran cukup tinggi padahal kasus Covid-19 di wilayahnya sedikit.

Di sisi lain ada juga kepala daerah yang mengajukan anggaran penanganan Covid-19 rendah, padahal kasus di wilayahnya terbilang tinggi. Hal tersebut terjadi karena kepala daerah bersangkutan sudah tidak bakal maju lagi. Jadi masing-masing kepala daerah mempunyai kepentingan terkait Pilkada.

Masyarakat sangat mengapresiasi peringatan keras KPK ini dan mengharapkan adanya pengawasan dan pencegahan jangan sampai dimanfaatkan untuk kepentingan Pilkada. Terlebih dana penanganan wabah ini sangat besar yaitu mencapai Rp 695,2 triliun dari APBN maupun APBD. Ini merupakan uang rakyat, sehingga penggunaannya pun harus diawasi. Yang mencoba-coba menyalahgunakan supaya ditindak tegas.

KPK sendiri sejak meluncurkan aplikasi JAGA Bansos sudah menerima seratusan laporan keluhan penyaluran dana Bansos yang ditujukan kepada 78 pemerintah daerah (7 Pemprov dan 71 Pemkab/Pemko). Bukan hanya KPK, tetapi Polri dan kejaksaan juga sudah menemukan dugaan penyelewengan itu dan saat ini sedang diperiksa Kejati Sumut. Semua dugaan penyelewengan itu ditujukan kepada pemerintah. Namun sejauh ini masih dalam tahap penyelidikan dan pengusutan, sehingga belum ada pejabat yang dihukum karena penyelewengan itu.

Sangat disesalkan memang kalau para pejabat, terutama kepala daerah sampai menciptakan modus penyaluran bantuan sosial untuk kepentingan sendiri apalagi untuk kampanye Pilkada. Ini berarti mereka seperti menari-nari di atas penderitaan masyarakat terdampak Covid-19. Jika para petahana terbukti memanfaatkan kesempatan menggunakan bantuan Covid-19 ini untuk kepentingan kampanye, maka sebaiknya KPU "menghukum" dan mengumumkan perbuatan mereka kepada masyarakat. Sehingga mereka tidak layak lagi sebagai calon kepala daerah.

Masyarakat juga tetap menunggu kapan penegak hukum untuk menetapkan hukuman bagi para pejabat yang terbukti mengkorupsi dana Bansos Covid-19. Sehingga jangan sampai ada lagi yang mencoba-coba menyelewengkan bantuan sosial ke depan, baik untuk kepentingan pribadi, kelompok maupun kepentingan Pilkada. (*)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru