Banyak masyarakat cemas mendengar kabar akan diberlakukannya pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara permanen. Rasa khawatir timbul karena sebagian besar peserta didik dan orangtua kewalahan mengikuti sistem dalam jaringan (daring) saat pandemi Covid-19 sekarang.
Masyarakat dan para pakar menyatakan, penggunaan sistem daring saat ini membuat pelajar dan keluarga stres. Tak banyak ilmu yang didapat, namun penyakit malah bertambah.
Sistem daring memang belum layak digunakan secara penuh di Indonesia karena beberapa sebab. Antara lain infrastruktur dan teknologi internet yang belum merata di seluruh daerah. Kemudian masalah sumber daya manusia (SDM). Tidak hanya masyarakat yang banyak belum melek teknologi, tetapi sebagian besar tenaga pengajar juga belum mampu memanfaatkannya dengan baik.
Di masa pandemi Covid-19, pemerintah sudah berupaya keras agar pelajar dan mahasiswa tetap mendapatkan ilmu pengetahuan di tengah upaya memutus mata rantai penularan virus. Karena pengembangan ilmu pengetahuan dan peningkatan SDM harus terus berjalan sebagai kebutuhan dasar.
Meski hasilnya tidak maksimal seperti yang diharapkan, PJJ paling tidak sudah menjadi alternatif pembelajaran masyarakat.
Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim kemarin menegaskan, tatap muka adalah model pembelajaran terbaik yang tidak bisa digantikan. Kemendikbud memastikan tidak memiliki rencana mempermanenkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) sebagai satu-satunya model belajar mengajar di semua sekolah.
Penjelasan ini sekaligus untuk mengklarifikasi berbagai kesalahpahaman yang muncul di masyarakat terkait PJJ. “Pembelajaran tatap muka masih yang terbaik dan tidak bisa diganti. Ke depan pembelajaran tatap muka akan semakin diperkuat dengan kombinasi pemanfaatan teknologi yang sudah diterapkan secara masif di masa pandemi Covid-19 ini,†kata Nadiem, Senin (13/7).
Kesalahpahaman antara pemerintah dan masyarakat terkait PJJ bisa jadi akibat rasa takut masyarakat yang berlebihan. Mereka takut bila PJJ permanen, pelajar bakal tidak mampu menyerap ilmu dengan sempurna. Lewat belajar tatap muka saja masih sulit, apalagi belajar metode daring yang lebih membutuhkan kemampuan dan kreatifitas yang tinggi.
Padahal, tidak ada satu pun pihak di Kemendikbud yang menginginkan PJJ. Semua pemangku kebijakan tetap menghendaki siswa bisa segera kembali ke sekolah dan belajar secara tatap muka jika Covid-19 telah mereda. Karena diyakini pemerintah juga belum siap melaksanakan sistem daring. Sehingga perlu dilakukan evaluasi dan perbaikan secara menyeluruh agar bisa diterapkan secara permanen.
Diterapkan secara permanen bukan berarti semua pembelajaran dilakukan secara daring. Atau akan diimplementasikan selamanya saat Covid-19 sudah tidak ada lagi. Tetapi PJJ akan tetap dilakukan sebagai pendukung pembelajaran secara tatap muka. Artinya, PJJ akan jadi program penambah jam pelajaran yang dilakukan secara tatap muka, untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Untuk ini pihak sekolah diharapkan dapat mengoptimalkan elemen-elemen teknologi seperti yang dipelajari di masa pandemi Covid-19 demi menunjang proses pembelajaran tatap muka. Interaksi guru dan murid akan menjadi lebih dinamis dengan dukungan teknologi.
Pemerintah juga harus bekerja keras berinovasi agar PJJ benar-benar bisa membantu masyarakat dan memecahkan persoalan pendidikan yang masih tertinggal dari banyak negara.
Pemberlakuan PJJ secara permanen untuk meningkatkan kualitas pendidikan merupakan sebuah hikmah yang didapat dari merebaknya pandemi Covid-19. Sesuatu yang dianggap musibah tidak selamanya buruk bila manusia menggunakan akal pikir secara baik. Sebaliknya juga, suatu kenikmatan belum tentu juga sebagai hal yang baik, bila tidak dimanfaatkan dengan akal yang baik pula. (***)