Kasus Covid-19 di Indonesia saat ini sudah mencapai tingkat mengkhawatirkan. Hingga Minggu (2/8), Indonesia telah melaporkan 111.455 kasus infeksi dengan 5.236 kematian dan 68.975 pasien sembuh.
Sementara untuk testing, baru ada 882.352 orang yang diperiksa menggunakan tes PCR. Mengutip dari kawalcovid, positive rate keseluruhan 12,63 persen. Angka itu menjadi salah satu yang terbesar di Benua Asia.
Namun hal lain yang masih perlu diwaspadai adalah tingginya angka positive rate di Indonesia yang berada pada kisaran 11 persen ke atas. "Positive rate Indonesia memang selalu tinggi, rata-rata di kisaran 11 persen ke atas," kata epidemiolog Griffith University Dicky Budiman, Minggu (2/8).
Sementara itu Presiden Joko Widodo mengatakan, masyarakat semakin khawatir dengan wabah Covid-19, terutama pada dua pekan terakhir. "Saya tidak tahu sebabnya apa, tetapi suasana pada minggu-minggu terakhir ini, kelihatan masyarakat berada pada posisi yang khawatir mengenai Covid," kata Jokowi.
Kekhawatiran Jokowi ini bukan tanpa alasan. Karena melihat data di atas, belum ada tanda-tanda penurunan kasus. Namun kondisi di lapangan, banyak masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan untuk memutus mata rantai penularan virus. Terutama tidak menggunakan masker dan jaga jarak.
Kehidupan di tengah masyarakat saat ini seperti sudah normal kembali. Masyarakat ramai hilir mudik di jalan dan pasar tanpa menggunakan masker. Bahkan banyak masyarakat sudah membuat hajatan atau pesta di gedung dan tempat tinggal, sama sekali tidak menerapkan protokol kesehatan. Hiruk pikuk irama musik dan pelukan rindu sudah tak asing lagi.
Kondisi ini bagi masyarakat awam seolah bagai pembenaran bahwa virus corona tidak berbahaya. Mereka menikmati suasana tanpa sadar Covid-19 bisa saja masuk ke tubuh tanpa halangan. Sehingga kematian pun mengancam.
Sisi lain ada masyarakat menengah ke atas yang sangat sadar akan bahaya Covid-19 ini. Bahkan tak sedikit yang parno, sehingga ke luar rumah pun tak berani. Aktivitasnya nyaris terhenti.
Dua sisi berbeda ini menjadi kontradiktif di masyarakat Indonesia. Sehingga pemerintah kesulitan mencari solusinya. Untuk bertindak keras, melakukan lockdown atau pembatasan lain misalnya, masyarakat awam (umumnya ekonomi menengah ke bawah) bakal sangat terdampak. Termasuk ancaman keterpurukan ekonomi nasional.
Lalu bila melonggarkan aturan seperti sekarang ini, kasus pun terus meningkat. Berbagai kritikan keras pun disampaikan bahwa pemerintah lemah mengatasinya. Barangkali ini yang disampaikan Jokowi dengan kekhawatiran masyarakat itu. Karena siapapun dia, pasti akan sulit menghadapi masalah ini.
Sebagai masyarakat yang cerdas seharusnya kita bisa ikut mengatasi masalah, bukan justru menjadi bagian masalah. Karena Covid-19, menyerang seluruh dunia tanpa membedakan negara maju atau terbelakang. Sehingga kejadian per kejadian terkait kasus virus di setiap negara bisa menjadi pembelajaran. Agar masalah serupa bisa kita atasi di sini.
Banyak yang mengakui kalau masyarakat Indonesia pintar dan cerdas. Cuma masalahnya kepintaran itu tidak selalu dimanfaatkan dengan baik. Karena selalu kalah dengan sikap yang kurang peduli dan tidak disiplin. Sikap yang tertanam --mungkin akibat lamanya bangsa ini terjajah -- sangat tidak mudah terkikis begitu saja.
Diperlukan kesadaran tinggi untuk menumbuhkan sikap peduli dan disiplin seperti masyarakat Jepang. Kampanye ini harus terus menerus dilakukan. Bila sudah mampu bersikap seperti itu, jangankan cuma bisa mengatasi pandemi Covid, kesejahteraan seluruh masyarakat pun bisa didapat.(***)