Kabar baik bagi pekerja dengan gaji di bawah Rp 5 juta per bulan. Pasalnya pemerintah akan memberikan bantuan Rp 600.000 per bulan dalam waktu dekat kepada 13,8 juta pekerja swasta atau non-PNS dan BUMN yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan sebagai bentuk bantuan akibat pandemi Covid-19.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menjelaskan, bantuan diharapkan dapat mendorong daya beli masyarakat, sehingga bisa menggerakkan perekonomian Indonesia agar cepat pulih.
Upaya pemerintah untuk memulihkan perekonomian nasional ini layak diapresiasi, mengingat kondisi Indonesia yang sudah berada di ujung jurang resesi. Kebijakan pemerintah menggelontorkan bantuan bagi pekerja itu salah satu cara menyelamatkan ekonomi bangsa dari resesi.
Lihat saja kondisi ekonomi kita saat ini, dimana realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020 lebih buruk dari proyeksi pemerintah maupun ekspektasi pasar. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2020 mengalami kontraksi hingga -5,32 persen.
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini pun menilai, kinerja perekonomian RI sulit membaik di kuartal III mendatang.
Bahkan, menurutnya, kondisi perekonomian pada kuartal III mendatang bakal kembali masuk ke dalam zona negatif bila penanganan pandemi virus corona (Covid-19) tidak kunjung membaik. Dengan begitu, RI secara resmi akan masuk dalam jurang resesi.
"Saya yakin kuartal III masuk resesi dan IV masuk lebih jauh lagi apabila penanganan seperti ini," ujarnya dalam video conference, Kamis (6/8).
Kebijakan penyelamatan ekonomi ini seharusnya didukung semua pihak, terutama masyarakat dengan berbagai kalangan. Meski bantuan kepada pekerja ini sebagai tindakan luar biasa, namun tidak akan berarti bila tidak didukung keinginan kuat masyarakat.
Karena terkadang kita tak menyadari kalau sebuah tindakan sekecil apapun bisa mempengaruhi atau menjadi masalah besar.
Saat pandemi sekarang, kondisi ekonomi sangat terkait dengan masalah kesehatan dan keselamatan masyarakat. Kebijakan ekonomi apapun yang dilakukan pemerintah bila masyarakat tidak berusaha ikut membantu dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan, upaya akan sia-sia. Bahkan akan berdampak lebih buruk.
Pengamat menyebut Indonesia terancam depresi, lebih parah dari resesi, apabila penanganan pandemi Covid-19 tidak berjalan dengan baik dan tak kunjung selesai. Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad menyebut, kondisi ekonomi bisa lebih parah dari resesi. Ancaman ini nyata mengingat jumlah kasus baru virus corona terus bertambah.
"Kalau misalnya dalam tiga kuartal nanti masih negatif, pada kuartal IV negatif, sesungguhnya kita menuju depresi, ini yang kami khawatirkan dan itu ada peluang ketika pandemi belum kita selesaikan," ujarnya dalam diskusi virtual Indef, Kamis (6/8). Depresi merujuk pada resesi ekonomi yang berlangsung dalam waktu lama dan belum bisa diatasi.
Dalam kondisi depresi, penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) bisa mencapai kisaran minus 14,7 persen hingga minus 38,1 persen.
Ahmad menilai keseriusan pemerintah menangani virus corona masih rendah. Ini tampak dari sejumlah program dan inisiatif yang digagas pemerintah lebih cenderung kepada penanganan dari sisi ekonomi ketimbang kesehatan.
Sebaiknya pemerintah dan masyarakat bersama-sama serius dalam upaya menghentikan "laju" peningkatan kasus Covid-19. Pemerintah harus lebih cepat dan inovatif menangani masalah kesehatan serta tegas dalam memberikan sanksi bagi pelanggar penerapan protokol kesehatan. Sementara itu masyarakat harus sadar sesadar-sadarnya, bahwa virus itu ada. Lalu segera lindungi diri dan orang lain dengan disiplin melaksanakan protokol kesehatan.
Kita tak ingin bangsa ini terpuruk masuk ke jurang resesi, apalagi sampai depresi. Sehingga saatnyalah kita lebih mengutamakan kewajiban daripada hak. Ingatlah sejarah bagaimana orangtua kita dulu mengorbankan harta untuk menyelamatkan negara dan bangsa. Kini, berkorbanlah, meski hanya sebuah perasaan untuk menahan sedikit kesenangan dan kenyamanan. (***)