Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 14 Juli 2025

Membangun Semangat Lewat Lomba

Redaksi - Selasa, 18 Agustus 2020 11:51 WIB
625 view
Membangun Semangat Lewat Lomba
Shutterstock
Ilustrasi
Semarak menyambut Hari Kemerdekaan ke-75 Republik Indonesia masih mewarnai kehidupan masyarakat di seluruh daerah, sampai ke pelosok desa. Meski pandemi Covid-19 menghadang, tak menyurutkan anak-anak, remaja sampai orangtua menggelar lomba agustusan yang sudah mentradisi setahun sekali.

Berbagai lomba tradisional yang popular di hati masyarakat antara lain panjat pinang, lari karung, tarik tambang, makan kerupuk dan berbagai lomba lain yang terus berkembang sesuai keinginan masyarakat merayakannya. Gelak tawa, sorak sorai dan candaria berlebur jadi satu sebagai semangat kebersamaan, keragaman dan toleransi.

Namun hingga saat ini, tak banyak masyarakat yang tahu sejarahnya dan makna tersirat dari dalam setiap perlombaan tersebut. Meski Indonesia merdeka pada 1945, perlombaan 17 Agustus (agustusan) baru dimulai pertama kali pada 1950. Pada tahun tersebut, intensitas pertempuran dalam rangka mempertahankan kemerdekaan mulai menurun.

Selain sebagai wadah hiburan, perlombaan agustusan juga dimaknai untuk merayakan kemenangan para pejuang, yang telah berjuang untuk bangsa Indonesia.

Panjat pinang adalah perlombaan yang sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Perlombaan ini dulunya dikenal sebagai "de Klimmast", yang memiliki arti ‘memanjat tiang’. Pada masa itu panjat pinang biasa diadakan setiap 31 Agustus untuk merayakan hari ulang tahun Ratu Belanda, Wilhelmina.

Tidak hanya itu, masyarakat Belanda juga mengadakan lomba ini saat mereka memiliki acara penting seperti pernikahan, hajatan dan lain-lain. Dulu para penjajah memasang batang pohon pinang yang telah dilumuri minyak atau oli di sebuah tanah lapang. Bedanya, pada masa itu hadiah yang diperebutkan bahan pokok seperti beras, roti, gula, tepung, dan pakaian.

Barang tersebut adalah sebuah kemewahan bagi masyarakat Indonesia yang saat itu hidup serba kekurangan. Sementara masyarakat Indonesia bersusah payah memanjat dan meraih hadiah, orang-orang Belanda hanya menonton dari bawah. Mereka menganggap hal ini sebagai lelucon dan menertawakan ketika ada orang yang terjatuh.

Banyak orang menganggap bahwa panjat pinang hanya membawa kenangan buruk di masa penjajahan. Namun tidak sedikit yang menilai bahwa, panjat pinang diadakan untuk meneladani perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah. Selain itu, ada beberapa nilai yang bisa diambil yaitu kerja sama, semangat, dan pantang menyerah untuk meraih sesuatu.

Meski masih jadi kontroversi, namun hingga saat ini lomba panjat pinang sesuatu yang paling ditunggu-tunggu masyarakat. Sehingga sangat banyak orang yang hadir menyaksikannya, dan kerumunan massa pun tak terhindarkan.

Mengantisipasi penularan Covid-19, lomba panjat pinang pun jadi perhatian supaya tak diperlombakan pada agustusan kali ini. Termasuk Gubernur Sumut Edy Rahmayadi yang beberapa hari sebelum 17 Agustus sudah mengimbau agar masyarakat tidak menggelar lomba itu.

Namun apa yang terjadi? Banyak juga warga Kota Medan yang tetap menggelar lomba panjat pinang. Berbagai alasan mereka utarakan yang intinya menyatakan, kegembiraan lomba panjat pinang justru menguatkan imun mengantisipasi tertularnya virus.

Kita tak ingin membahas kontrovesi yang ikut berkembang juga sesuai situasi dan kondisi. Tetapi tetap mengambil hikmahnya bahwa, menjadikan perlombaan sebagai sarana persatuan, kebersamaan dan tetap saling mendukung. Sehingga dalam situasi pandemi ini kita saling mendukung untuk bisa keluar dari jurang resesi sekaligus tetap melaksanakan protokol kesehatan.

Pandemi juga bisa menumbuhkan kreativitas masyarakat dalam menggelar perlombaan dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. Misalnya lomba game online, lomba tiktok, lomba melukis masker, lomba cuci tangan dan sebagainya. Dengan begini, semarak agustusan tetap ada dan semangat membangun juga tetap terbina. (***)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru