Perekonomian Indonesia terancam memasuki resesi. Jika kuartal III ini perekonomian kembali minus, maka Indonesia akan bergabung bersama Singapura, AS hingga Jerman yang telah lebih dulu terkontraksi.
Ketua Pelaksana Harian Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Erick Thohir, meyakini kondisi ekonomi Indonesia akan lebih baik dibandingkan negara lain yang telah terperosok ke jurang resesi.
Menurutnya, perekonomian Indonesia akan baik-baik saja ke depan. Dia menjelaskan, data pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II 2020 yang minus 5,32 persen, dinilai lebih baik dibandingkan Singapura hingga Malaysia.
"Kalau kita bandingkan negatif ekonomi kita dengan negara lain, kita minus 5,32 persen, Singapura minus 13 persen, Filipina minus 16 persen, Malaysia minus 17 persen. Kita lebih baik dari mereka," kata Erick di Milenial Fest, Sabtu (15/8).
Sementara itu konsumsi masyarakat yang melemah menjadi akar permasalahan ekonomi di tengah pandemi Covid-19. Tapi pemerintah melihat turunnya permintaan dari masyarakat bukan karena daya beli, tapi karena masyarakat yang menahan uangnya untuk berbelanja.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, saat ini banyak masyarakat yang justru meningkatkan tabungan depositonya. Mereka menahan diri untuk berbelanja. Dari data yang ada, masalahnya adalah demand side. Mereka yang punya deposito Rp 200 juta, justru sebagian meningkatkannya, tapi tidak membelanjakannya.
Ada persepsi yang salah di masyarakat dalam menghadapi kondisi ekonomi kita saat ini. Saking takutnya menghadapi resesi, untuk cari aman, mereka berhemat belanja dan menyimpan uang sebanyak-banyaknya. Salah satunya menambah jumlah deposito bagi masyarakat menengah ke atas.
Padahal yang dianjurkan harus berhemat itu masyarakat ekonomi menengah ke bawah, yang sangat terdampak pandemi Covid-19. Karena untuk memenuhi kebutuhan pokoknya saja harus mendapat bantuan sosial tunai, atau sembako.
Bagi masyarakat yang memiliki simpanan sampai ratusan juta rupiah ke atas tidak perlu takut dan terlalu berhemat. Karena bila hanya menyimpan uangnya, justru akan memperburuk kondisi ekonomi. Perputaran uang tak jalan, terutama barang-barang produksi UMKM atau pedagang-pedagang produk lokal dan rumahan akan terpuruk.
Kalau persepsi ini tidak diluruskan, upaya pemerintah memberikan stimulan untuk menggerakkan ekonomi masyarakat akan sia-sia. Sehingga diperlukan kampanye agar masyarakat membelanjakan uangnya dengan membeli produk dalam negeri, khususnya buatan UMKM dan konsumsi rumah tangga.
Seperti diketahui, konsumsi rumah tangga di masyarakat pertumbuhannya melambat. Dalam paparan Airlangga, konsumsi rumah tangga turun di kuartal II menjadi minus 5,32. Padahal di kuartal I tumbuh 2,84%.
Sebelumnya, Ketua Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional Budi Gunadi Sadikin juga mengajak masyarakat yang memiliki uang lebih untuk membelanjakan uangnya. Khususnya belanja produk UMKM lokal.
Menurutnya, sebanyak apapun bantuan digelontorkan pemerintah, UMKM tetap butuh pembeli untuk bisa tumbuh.
UMKM tidak akan hidup kalau kita tidak belanja. "Demand-nya tidak ada. Apapun kita bantu, tapi kalau tidak ada yang pernah keluar spent kartu kreditnya misalnya, UMKM nggak akan tumbuh sustainable," kata Budi dalam sebuah webinar, Selasa (11/8).
Dibanding banyak negara, kita masih cukup beruntung karena konsumsi rumah tangganya cuma minus 5,32. Hal ini tidak terlepas dari keberanian Presiden Jokowi yang tidak melakukan karantina atau lockdown dalam menghadang Covid-19. Ini sebuah keputusan yang sangat berisiko di tengah berbagai tudingan negatif bahwa pemerintah lamban dan kehilangan arah.
Kondisi yang cukup baik dan keputusan berani ini tentu harus didukung masyarakat. Mumpung aroma HUT ke-75 Kemerdekaan RI masih segar, saatnyalah kita berjuang dengan heroik memajukan Indonesia. Dulu orangtua kita berkorban menyerahkan harta benda untuk menegakkan kemerdekaan bangsa. Kini saatnya kita berkorban belanja produk lokal untuk kemerdekaan ekonomi bangsa.(***)