Hingga saat ini belum ada tanda-tanda pandemi Covid-19 akan segera berakhir. Selain kasus positif terus meningkat (terutama di Indonesia), kasus baru malah muncul di beberapa negara. Dampaknya pun melumpuhkan hampir semua sendi kehidupan manusia, khususnya bidang ekonomi.
Selama setengah tahun ini, masyarakat dunia sudah menahan diri untuk mengurangi aktivitas. Bahkan sebagian ada yang benar-benar menahan dengan "me-lockdown" diri untuk menghindari virus berbahaya itu. Namun untuk setengah tahun ke depan, tampaknya sudah ada tanda-tanda "perlawanan" masyarakat dengan mulai membuka diri.
Bisa jadi hal ini karena ancaman terpuruknya ekonomi, dan tanda-tanda terperosok ke jurang resesi kian nyata. Sehingga beberapa negara melonggarkan aturan protokol kesehatan demi menghindari kebangkrutan.
Lalu sebagian masyarakat memandang hal ini sebagai kesempatan untuk menghilangkan kejenuhan. Apalagi gencarnya pemberitaan disertai harapan bahwa vaksin Covid-19 segera diproduksi pada akhir tahun ini, menambah keyakinan masyarakat Covid segera berlalu.
Terakhir temuan peneliti Unair yang mengklaim menemukan obat Covid-19 dan menyatakan sudah lebih 600 pasien positif di Surabaya sembuh setelah minum obat, semakin membuat masyarakat pede.
Lalu masyarakat, terutama yang berusia muda seperti "tumpah ruah" ke jalan melakukan aktivitas seperti kondisi normal kembali. Ini didukung anggapan bahwa kelompok usia muda antara 20 hingga 40 tahun memiliki imun yang kuat, dan yang rentan itu anak-anak atau kelompok lansia 50 tahun ke atas.
Melihat kondisi ini Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan kelompok usia muda, 20 tahun, 30 tahun, dan 40 tahunan kini menjadi penyebar virus Covid-19. Menurut WHO untuk Pasifik Barat, mereka tidak menyadari telah terinfeksi virus.
"Hal ini meningkatkan risiko penyebaran kepada yang lebih rentan: Orang tua, orang sakit dalam perawatan jangka panjang, orang yang tinggal di daerah padat penduduk dan daerah tertinggal," kata Kepala WHO untuk Pasifik Barat,Takeshi Kasai dalam pengarahan virtual, seperti diberitakan Channel News Asia, Selasa, 18 Agustus 2020.
Di tempat terpisah, seorang ahli terkemuka di bidang penyakit menular mengatakan mutasi Covid-19 bisa menjadi "hal yang baik" karena tampaknya tidak begitu mematikan. Mengutip dari aljazeera.com, Paul Tambyah, konsultan senior di National University of Singapore yang juga presiden terpilih dari International Society of Infectious Diseases itu mengatakan virus cenderung menjadi kurang mematikan setelah bermutasi.
"Merupakan kepentingan virus untuk menginfeksi lebih banyak orang tetapi tidak membunuh mereka karena virus tergantung pada inangnya," kata Tambya. Menurutnya, perkembangan mutasi bertepatan dengan penurunan tingkat kematian.
Tampak jelas bahwa kelompok usia muda kini merasa di atas angin. Sehingga aktivitas mereka pun seperti pulih kembali. Padahal masih banyak saudaranya di kelompok lain yang sangat rentan. Bisa saja adik atau anaknya, dan bahkan orangtua maupun saudara mereka lainnya.
Mengantisipasi anak muda sebagai media perantara virus, pemerintah harus segera melakukan tindakan cepat. Bisa melakukan secara paksa dengan memberikan tindakan hukuman, atau sosialisasi dengan merebut hati mereka dengan menggaungkan kampanye untuk berempati.
Kita tidak ingin mengambil risiko dengan membiarkan pandemi Covid-19 berlangsung hingga beberapa dekade. Sepintar apa pun manusia mencari obat, tanpa didukung sikap terpuji dengan berempati, tentu akan sulit ke luar dari permasalahan. Karena bisa saja keberadaan virus ini akibat kesombongan manusia. (***)