Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 10 Agustus 2025

Resesi Ekonomi Bukan Berarti Kiamat

Redaksi - Rabu, 02 September 2020 11:25 WIB
853 view
Resesi Ekonomi Bukan Berarti Kiamat
Internet
Ilustrasi Resesi Ekonomi.
Pandemi Corona-19 masih tetap menjadi trending topik sampai saat ini. Bukan hanya karena penyebarannya yang belum terkendali sehingga jumlah pasien masih terus meningkat. Tetapi dampak yang ditimbulkannya telah menggoyahkan berbagai sektor, terutama ekonomi Indonesia yang telah berada di tepi jurang resesi.

Namun meskipun mengkhawatirkan, tetapi bagi pihak-pihak yang berseberangan, Covid-19 dan dampak yang ditimbulkannya justru dijadikan alat untuk menyerang dan melemahkan pemerintah. Padahal negara ini adalah negara kita bersama, sehingga untuk mempercepat penanganan Covid-19 dan pemulihan dampak yang ditimbulkannya, semua pihak harus kompak dan saling mendukung, menopang dan menguatkan.

Akibat kurang solidnya penanganan ini, maka bisa merusak stabilitas dan perekonomian negara seperti yang terjadi saat krisis ekonomi pada tahun 1998 hingga jatuhnya Presiden Soeharto dari kekuasaan yang sudah digenggamnya hampir 32 tahun. Namun melihat kondisi saat ini, maka kita yakin kondisi seperti tahun 1998 tidak akan terjadi. Kecuali bagi orang-orang yang pesimis yang menginginkan terjadinya chaos demi kekuasaan. Sementara bagi orang-orang yang optimis, kreatif dan inovatif justru kondisi saat ini mereka jadikan sebagai suatu peluang untuk berusaha.

Kita sudah memasuki bulan September 2020, yaitu bulan terakhir kuartal III. Bulan ini menjadi pertaruhan bagi pemerintah untuk mempertahankan kondisi ekonomi tidak sampai memasuki jurang resesi. Kalau pada bulan ini pertumbuhan ekonomi tetap minus maka akan menjadi September kelabu bukan lagi September ceria.

Berbagai pengamat sudah memastikan (99 persen) Indonesia akan masuk jurang resesi ekonomi. Bahkan Menko Polhukam memastikan 99,9 persen RI masuk jurang resesi. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang minus dalam dua kuartal berturut-turut. Pada kuartal I (Januari-Maret), ekonomi Indonesia memang masih mengalami pertumbuhan 2,7 persen, tetapi pada kuartal II (April-Juni) mengalami kontraksi sampai minus 5,32 persen. Kuartal III (Juli-September) juga diprediksi bahwa ekonomi Indonesia ada di kisaran minus 2 persen sampai 0 persen.

Sejumlah upaya untuk mengantisipasi pelemahan ekonomi agar tidak terlalu dalam atau maksimal 0 persen di kuartal III ini sudah dilakukan. Di antaranya, mempercepat proses penyerapan anggaran belanja daerah maupun program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Salah satu yang dipercepat adalah program perlindungan sosial berupa Bantuan Subsidi Upah (BSU) Rp.2,4 juta selama 4 bulan (September-Desember) yang baru diluncurkan bagi jutaan karyawan yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan yang bergaji Rp.5 juta ke bawah dan Bantuan Produktif Rp.2,4 juta untuk UMKM.

Selain itu juga pemerintah sudah menyampaikan termasuk himbauan penggunaan produk dalam negeri dan membeli produk teman.
Jika berbagai usaha sudah dilakukan tetapi masih tetap masuk jurang resesi ekonomi, masyarakat tidak perlu panik. Melihat kondisi menjelang resesi, tidak ada tanda-tanda negara ini akan kacau atau hancur. Semua berjalan normal. Kebutuhan sembako terutama beras masih cukup tersedia di pasar dengan harga yang stabil dan terjangkau. Industri juga masih berjalan, kecuali industri-industri pendukung pariwisata, ekspor juga masih berjalan , bahkan pariwisata sudah mulai menggeliat dan proses produksi pertanian dan perkebunan yang menjadi andalan perekonomian juga masih normal. Tidak ada yang menakutkan, kecuali bagi yang mau ditakut-takuti atau sengaja menakut-nakuti.

Jika kebutuhan pokok masyarakat untuk hidup masih tersedia maka tidak perlu khawatir. Resesi ekonomi bukanlah berarti kiamat. Namun untuk sementara waktu pertumbuhan dan pembangunan memang tersendat. PHK akan terjadi bagi perusahaan tertentu meskipun tidak menutup kemungkinan ada perusahaan yang menjadikan resesi sebagai alasan untuk mem-PHK karyawan, tetapi tidak akan seperti yang dibayangkan. Kata kuncinya adalah kebersamaan dan kekompakan agar perekonomian Indonesia cepat pulih.

Sebagai gambaran, bukan hanya Indonesia yang mengalami kontraksi hingga resesi ekonomi akibat pandemi Covid-19 ini. Sejumlah 40 negara, mayoritas negara maju sudah resesi duluan, tetapi tetap survive dan tidak ada berita yang menyatakan negara mereka mengalami kehancuran atau kerusuhan.

Bank Dunia juga sudah melakukan kajian terkait kondisi perekonomian Indonesia. Meskipun masuk jurang resesi ekonomi, tetapi menurut Bank Dunia, ekonomi Indonesia akan cepat pulih dan bangkit kembali. Bahkan diprediksi akan bertumbuh 4,8 persen pada tahun 2021. Sedangkan IMF yang membantu Indonesia saat krisis 1998 malah memprediksi bertumbuh 6,1 persen tahun 2021.

Sudah terbukti saat krisis ekonomi 1998 yang jauh lebih parah dibanding kondisi saat ini. Utang luar negeri menumpuk, PHK, suku bunga bank tinggi, kurs dolar AS melonjak tajam, kerusuhan dan penjarahan terjadi. Namun tidak terlalu lama pulih kembali, bahkan bertumbuh positif setiap tahun. Hal ini karena Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah dan stabilitas keamanan yang terjamin. Sehingga prediksi Bank Dunia dan IMF terkait perekonomian Indonesia ini cukup beralasan.

Namun untuk menjamin pulihnya kembali perekonomian maka diperlukan stabilitas, terutama keamanan. Hal ini akan memberikan kenyamanan bagi masyarakat untuk beraktivitas dan bekerja kembali. Stabilitas keamanan ini juga akan memberikan jaminan kepada pengusaha dan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.(*)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru