Protes terhadap ucapan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang dinilai menghina umat Islam meluas ke mana-mana. Beragam bentuk protes dilakukan di berbagai negara, di antaranya dilakukan dengan memboikot produk negara beribukota Paris itu.
Bahkan aksi boikot produk itu juga terjadi di Indonesia. Seruan boikot bergema lewat Majelis Ulama Indonesia (MUI). MUI menganggap Macron tidak menghiraukan dan menggubris peringatan umat Islam sedunia.
MUI meneken surat bernomor Kep-1823/DP-MUI/X/2020 itu terkait boikot produk Prancis, yang ditandatangani Sekretaris Jenderal Anwar Abbas dan Wakil Ketua Umum Muhyiddin Junaidi, tertanggal 30 Oktober 2020.
Dalam surat itu dijelaskan, seruan boikot semua produk yang berasal dari Prancis untuk mendesak pemerintah Indonesia melakukan tekanan dan peringatan keras kepada pemerintah Prancis serta mengambil kebijakan untuk menarik sementara waktu Dubes RI di Paris hingga Presiden Macron mencabut ucapannya dan meminta maaf kepada umat Islam.
Akibatnya terjadi aksi di beberapa daerah termasuk pembakaran beberapa produk Prancis. Aksi membakar produk-produk Prancis juga dilakukan massa dari Gerakan Pemuda Islam (GPI), Selasa (3/11) di Jakarta. Dikabarkan, sekelompok massa dari GPI sempat mendatangi sebuah minimarket di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Mereka datang untuk membeli produk-produk Prancis untuk kemudian dibuang dan dibakar.
Dirincikan, beberapa produk Prancis yang dibeli di antaranya air mineral kemasan botol, susu formula hingga pembersih muka. Sebagian produk tersebut dibawa ke Kantor GPI dan dimusnahkan dengan cara dibakar.
Melihat kondisi ini sepertinya tindakan aksi sangat tidak efektif. Dengan membeli produk lalu dibuang dan dibakar tentu tidak berdampak bagi ekonomi Prancis. Justru merugikan diri sendiri dan keuangan kita yang hilang sia-sia.
Apalagi bila dikatakan aksi untuk mendesak pemerintah RI untuk menekan Prancis dan menarik Dubes RI di Paris. Padahal Presiden Jokowi sudah duluan bertindak dengan mengecam dan memberi peringatan keras kepada pemerintah Prancis. Dengan pemberitaan itu, tentu sangat berdampak, yang dengan serta merta Presiden Macron sudah mengklarifikasi ucapannya.
Aksi-aksi yang dilakukan secara emosional tentu akan merugikan diri sendiri. Dan yang selalu dirugikan adalah masyarakat bawah yang belum tentu mengerti masalahnya. Bahkan terdengar kabar ada aksi sweeping produk-produk Prancis ke para pedagang.
Mengenai hal ini, Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi NasDem Ahmad Sahroni menyebut, aksi sweeping produk Prancis justru merugikan pedagang di Indonesia. Aksi itu dinilai tidak akan berdampak pada Prancis.
"Sweeping ini nggak ada dampak sama sekali buat Prancis, malah merugikan pedagang yang sesama orang Indonesia," kata Sahroni kepada wartawan, Kamis (5/11).
Polisi diminta turun tangan mencegah agar aksi serupa tidak terjadi lagi. Polri harus menindak tegas masyarakat yang melakukan aksi sweeping tersebut. "Polisi harus cegah dan tindak tegas oknum-oknum yang berbuat. Nggak ada hubungannya protes terhadap Macron dengan merusak barang jualannya pedagang di Indonesia," tegasnya.
Ia juga meminta masyarakat tidak bertindak gegabah. Aksi sweeping produk Prancis dinilainya sebagai tindakan yang salah kaprah.
Menanggapi itu Kanit Reskrim Polsek Menteng Kompol Gozali Luhulima, Kamis (5/11), menyampaikan, pihaknya telah melakukan langkah antisipatif terhadap maraknya ajakan memboikot produk-produk Prancis. Di sisi lain, dia menegaskan apabila ditemukan adanya tindakan-tindakan yang mengarah pada pelanggaran aturan, akan diproses hukum.
Peristiwa penghinaan berujung protes seperti ini bukan kali yang pertama. Sehingga diperlukan tindakan yang pas dengan pemikiran yang jernih untuk menyikapinya. Sikap-sikap yang emosional harus disampingkan karena akan berdampak tak baik bagi kita sendiri. Karena pernyataan Presiden Jokowi sudah tepat dan menunjukkan sikap tegas dan berwibawa sebagai negara berdaulat dan mentaati piagam PBB.
Masyarakat, terutama Ormas, harus memberi contoh teladan yang baik agar masyarakat yang tak paham tidak tersulut emosinya dengan melakukan tindakan gegabah yang merugikan diri sendiri. Saat ini kita harus mengedepankan ilmu pengetahuan untuk bertindak dan mengambil kebijakan. Karena bila salah langkah, bukan mendapat hasil yang baik, tapi justru akan jadi bumerang. (***)