Teknologi Informasi yang canggih saat ini sangat menguntungkan manusia karena akses komunikasi menjadi sangat mudah. Seperti tak ada jarak antar-manusia di belahan bumi ini. Namun di sisi lain memiliki dampak negatif bila manusia menggunakannya dengan salah, baik disengaja maupun tidak.
Salah satunya media sosial (medsos) yang hampir semua kalangan menggunakannya.
Bahkan, belakangan ini medsos juga sudah menjadi sesuatu yang dapat membantu para pelaku usaha, tidak terkecuali di Indonesia. Banyak muncul online shop atau jualan online yang berkembang lewat medsos. Apalagi, di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang ini.
Namun sayangnya banyak juga hal-hal negatif yang ditimbulkan medsos. Seperti baru-baru ini Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto, menyoroti berbagai dampak buruk medsos. Selain menjadi media propaganda, katanya, medsos seringkali dijadikan cara pemisahan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Penggunaan medsos untuk memisahkan diri dari NKRI juga dilakukan. Tidak hanya bersenjata, tapi juga kampanye internasional di dunia maya. Guna mempengaruhi dunia untuk kepentingannya. Memanfaatkan panggung internasional untuk provokatif," katanya.
Hadi mencontohkan gerakan separatisme Papua yang mulai menggunakan medsos sebagai salah satu media untuk 'berkampanye'. Menurut Hadi, mereka menilai gerakan di dunia maya yang murah meriah, sama efektifnya dengan perjuangan bersenjata.
Kelompok ini berupaya menyudutkan pemerintah dengan menampilkan ketertinggalan Papua, bahwa pemerintah menelantarkan sekaligus menjajah Papua di medsos.
Hal ini tentu membentuk opini negatif Indonesia di dunia internasional. Bisa membelokkan upaya pemerintah dalam pembangunan nasional dan mendukung gerakan separatis. Cara melawan gerakan ini salah satunya adalah menciptakan sinergi antara TNI, kementerian dan generasi muda untuk melakukan kontra narasi gerakan separatis Papua.
Ia juga menyadarkan, sistem pertahanan semesta juga perlu hadir di dunia maya, tak hanya dunia nyata. Peran dunia maya harus digunakan utuk menghadapi ancaman separatisme.
Generasi milenial yang saat ini menguasai teknologi harus berperan membantu pemerintah meluruskan atau mengklarifikasi pembelokan keadaan itu. Ini tidak hanya sementara, tetapi harus secara terus-menerus dilakukan agar bisa memegang kendali dunia maya. Munculnya buzzer, influencer dan endorser di dunia maya menjadi sebuah kebutuhan penting saat ini.
Pengamat budaya dan komunikasi digital dari Universitas Indonesia, Firman Kurniawan menyebut, dalam konteks membangun rasionalitas tentu tak dilarang menggunakan buzzer, influencer dan endorser sebagai penengah.
Ia menjelaskan berbagai penelitian pada komunikasi yang tak dibatasi medium digital menunjukkan tercapainya tujuan komunikasi manakala ada penengah.
Menurutnya, mereka menjadi penengah untuk menyempitkan jarak pengetahuan pemerintah dengan masyarakat. Dalam praktik komunikasi, hal ini sesuai dengan model The Two Step Flow of Communication.
Propaganda negatif maupun hoax di medsos harus dilawan dengan penyampaian fakta dan tampilan menarik dan logis secara terus menerus, sehingga upaya kampanye negatif seperti yang disampaikan pihak separatis maupun unsur radikal saat ini bisa dilawan.
Selain upaya membangun buzzer, influencer dan endorses untuk melawan propaganda negatif, juga harus ada ketegasan pemerintah dalam menegakkan UU ITE. Tak kalah penting adalah pembelajaran serta sosialisasi tentang perlunya etika dan norma sopan santun dalam bermedsos bagi masyarakat. Ketika ketiga hal itu sudah berjalan dengan baik, berbagai masalah di medsos akan bisa terjawab. (***)
Sumber
: Harian SIB Edisi Cetak