Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 13 Juli 2025

Terjerat Gurihnya Benih Lobster

Redaksi - Sabtu, 28 November 2020 10:46 WIB
628 view
Terjerat Gurihnya Benih Lobster
Dok. Kementerian Kelautan dan Perikanan
Ilustrasi: Benih lobster
Laut Indonesia sangat kaya dengan hasil perikanan. Sehingga tidak saja ikan hasil tangkapan laut yang diekspor, tetapi juga benih lobster. Padahal ekspor benih lobster dilarang di era Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan untuk menjaga kelestariannya. Namun keran ekspor dibuka di era Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, dan ini pula lah yang menjeratnya.

Menteri Edhy beralasan, selain peluang ekonomi yang sangat besar sebagai sumber devisa, penangkapan benih lobster juga sangat membantu pertumbuhan ekonomi nelayan tradisional. Apalagi, potensi benih enam jenis lobster di 11 wilayah perikanan RI diprediksi mencapai 26 miliar ekor. Untuk dua jenis lobster saja yaitu jenis pasir dan mutiara yang paling mahal jumlahnya ditaksir mencapai 5 miliar ekor.

Berdasarkan potensi itu maka muncul wacana menaikkan kuota penangkapan menjadi 500 juta ekor benih per tahun dari 139,4 juta ekor kuota yang direkomendasikan Badan Riset dan SDM KKP. Sementara data dari Bea dan Cukai, jumlah benih lobster yang sudah diekspor sejak Juli sampai November 2020 sudah mencapai 42,29 juta ekor lebih. Negara tujuan utama Vietnam menyusul Hongkong dan Taiwan dalam jumlah kecil.

Menurut informasi yang beredar, harga satu benih lobster itu bervariasi antara Rp 10.000 hingga Rp 30.000. Namun setelah dibesarkan di Vietnam diekspor kembali ke AS dengan harga yang sangat mahal. Sementara penerimaan negara sangat kecil, hanya Rp 15.000 dari 60.000 ekor benih lobster yang diekspor. Sungguh tidak sebanding dengan upaya kelestariannya dan gurihnya lobster.

Seperti pepatah mengatakan, dimana ada gula disitu ada semut. Sehingga meskipun keran ekspor ditutup di masa Menteri KP Susi Pudjiastuti, tetapi tetap ada-ada saja yang menyeludupkannya. Di samping menggiurkan, pasar luar negeri juga sangat membutuhkan. Sehingga sebelum aturan ekspornya pun dikeluarkan KKP, sejumlah perusahaan sudah berlomba-lomba mendaftar sebagai eksportir benih lobster. Peluang itu pun berhasil didapatkan 18 perusahaan, dan 50 perusahaan lainnya juga mengajukan proposal budidaya sekaligus ekspor benih bening lobster.

Terkait ekspor benih lobster ini memang sudah menjadi pertentangan sejak keran ekspor dibuka. Selain Susi, pembukaan keran eskpor itu juga ditentang kuat oleh mantan Menteri LH Emil Salim, karena bisa merusak sumber daya perikanan laut, khususnya lobster. Bagaimana lagi kita menjamin kelestariannya kalau benihnya juga diekspor besar-besaran, kenapa tidak mengekspor lobsternya saja yang harganya sangat mahal?

Harus diakui bahwa untuk menghasilkan lobster bernilai tinggi memang membutuhkan waktu cukup lama, dibanding mengekspor benihnya yang sangat mudah. Selain itu, biasanya ekspor lobster juga dalam keadaan hidup untuk menjamin kesegarannya dan kegurihannya. Prosesnya memang sangat panjang dan rumit, sehingga wajar harganya sangat tinggi. Dengan berbagai alasan, termasuk membantu ekonomi nelayan tradisional, maka ekspor benih lobster pun dibuka.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.12/2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan dan izin ekspor benih lobster ini. Apalagi perusahaan eksportir pun diwajibkan melakukan pembudidayaan lobster. Sehingga jika benar-benar diawasi maka meskipun benihnya diekspor tetapi tidak akan sampai memunahkan dan merusak kelestariannya.

Sayangnya, penerimaan negara dari ekspor benih lobster ini tergolong sangat kecil dan tidak sebanding dengan kegurihannya setelah di meja makan. Kita yakin, para pengusaha ekspor benih lobster juga mau membayar kewajibannya yang wajar kepada negara. Namun karena berbagai kebijakan yang menguntungkan pribadi atau kelompok tertentu maka kewajiban mereka pun semakin bertambah, bukan ke negara tetapi ke oknum tertentu.

Sebagai gambaran, dari informasi yang beredar dan hasil penelusuran KPK, salah satu modus korupsinya adalah penentuan perusahaan kargo tertentu dan harga tertentu pula dalam penanganan ekspornya. Padahal di belakang perusahaan itu ada orang-orang berpengaruh yang mengambil keuntungan pribadi. Dari sanalah mereka diduga mendapatkan fulus yang sangat besar yang "difoya-foyakan" di Honolulu, Hawai, AS baru-baru ini dan itu pulalah yang menjeratnya.

Melihat banyaknya uang yang bertabur dalam ekspor benih lobster ini, maka potensinya diharapkan jangan sampai hilang karena kasus KKN yang melibatkan Menteri Edhy Prabowo dan staf nya ini. Kita harapkan, produksinya dapat ditingkatkan, sehingga penerimaan negara dan penghasilan nelayan tradisional juga meningkat. Jika tak mampu meningkatkan produksi, minimal kelestariannya dijaga jangan sampai punah, sehingga generasi kita ke depan jangan hanya mendengar, tetapi juga bisa menikmati lezatnya lobster. (*)

Sumber
: Harian SIB Edisi Cetak
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru