Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 13 Juli 2025

Mengingat "Peringatan" KPK

Redaksi - Senin, 07 Desember 2020 11:06 WIB
313 view
Mengingat "Peringatan" KPK
Liputan6/Fachrur Rozie
Gedung KPK
Kekhawatiran adanya korupsi dana bansos bencana pandemi Covid-19 akhirnya terjadi juga. KPK kemarin menetapkan Menteri Sosial Juliari P Batubara sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait bansos Covid-19. Selain Juliari, KPK juga menetapkan empat orang tersangka lain.

Sebelumnya Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, kasus bermula dari informasi terkait adanya dugaan penerimaan uang oleh sejumlah penyelenggara negara yang diberikan Ardian IM selaku swasta dan Harry Sidabuke kepada Matheus Joko Santoso selaku pejabat pembuat komitmen di Kemensos, Adi Wahyono dan Mensos Juliari Batubara. Sedangkan khusus untuk Juliari, pemberian uang melalui Matheus Joko Santoso dan Shelvy N selaku sekretaris di Kemensos.

Dari OTT ini, KPK menemukan uang dengan sejumlah pecahan mata uang asing. Masing-masing yaitu sekitar Rp 11,9 miliar, sekitar USD 171,085 dan sekitar SGD 23.000.

Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sedangkan Mensos Juliari disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Adapun Ardian dan Harry disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Seperti diketahui, UU Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 2 Ayat 2 Tentang Pemberantasan Korupsi (Tipikor) berbunyi: Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Pasal dan ayat tersebut telah dijadikan "peringatan" oleh Ketua Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri kala pandemi Covid-19 menghantam Indonesia, sejak Maret 2020.

"Masa sih, ada oknum yang masih melakukan korupsi karena tidak memiliki empati kepada NKRI? Ingat! Korupsi pada saat bencana ancaman hukumannya pidana mati," kata Firli di Jakarta, Senin (23/3).

Firli saat ini juga kembali menyatakan, pasal tersebut dapat diberlakukan dalam kasus dugaan korupsi dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT), Jumat (4/12), menjerat pejabat Eselon III Kementerian Sosial. Sebab, OTT diduga terkait dana bantuan sosial (bansos) Covid-19.

"Ya, bisa saja (tuntut hukuman mati, red). Sesuai pasal 2 ayat 2 Undang Undang Tipikor," tegas Firli di Jakarta, Sabtu (5/12).

Bahkan Maret 2020, Firli juga menjelaskan ancaman hukuman mati lengkap dengan pasal dan ayat termaktub dalam Undang Undang Tentang Pemberantasan Korupsi.

"Jangan pernah berpikir, coba-coba atau berani korupsi dana bansos. KPK pasti akan mengambil opsi tuntutan hukuman mati seperti tertuang pada ayat 2 pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang berbunyi dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan," kata Firli.

Pasal I berdasarkan arsip yang dilansir dari kpk.go.id, berbunyi: Beberapa ketentuan dan penjelasan pasal dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diubah sebagai berikut: 1. Pasal 2 ayat 2 substansi tetap, penjelasan pasal diubah sehingga rumusannya sebagaimana tercantum dalam penjelasan Pasal Demi Pasal angka 1 UU ini. Kondisi pandemi Covid-19, lanjut Firli, masuk atau memenuhi unsur 'dalam keadaan tertentu' sesuai ayat 2 pasal 2 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sehingga hukuman mati layak menjadi hukuman bagi pelaku koruptor bansos.

"Miris, sangat kejam dan sungguh tega apabila bansos di tengah pandemi seperti ini masih saja dikorupsi untuk kepentingan sendiri," ujar Firli.

Momen ini bukan ditunggu-tunggu tetapi menjadi perhatian serius masyarakat. Karena semua ingin pembuktian, KPK benar-benar tegas dengan peringatannya. Di sinilah kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia dipertaruhkan.

KPK harus sungguh-sungguh menjalankan tindakan hukum sesuai peringatannya untuk memberantas korupsi yang sudah masif. Peristiwa ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk "menakuti" agar semua pihak tidak berani lagi melakukan korupsi. Masyarakat sudah mendukung, tak ada lagi tawar-menawar atau mencari alasan untuk tidak menegakkan hukum dengan tegas. (***)

Sumber
: Harian SIB Edisi Cetak
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru