Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 13 Juli 2025

Pilkada Aman di Tengah Pandemi

Redaksi - Selasa, 08 Desember 2020 10:35 WIB
409 view
Pilkada Aman di Tengah Pandemi
Internet
Ilustrasi
Di tengah suasana pandemi Covid yang masih memburuk, kemudian banjir dan longsor serta penangkapan Menteri Sosial sebagai tersangka korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19, Pilkada serentak akan digelar, Rabu (9/12/2020) besok di 270 daerah, di antaranya di 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota. Diharapkan, Pilkada ini berlangsung aman, jujur, bersih, dan damai, sehingga kepala daerah yang terpilih benar-benar yang berkualitas.

Pilkada secara langsung sudah berulangkali dilaksanakan sejak Otda tahun 2005 lalu. Kali ini digelar serentak meskipun belum mencakup semua provinsi dan kabupaten/kota. Periode kepala daerah yang terpilih kali ini bakal tidak penuh selama 5 tahun, karena pilkada serentak direncanakan akan digelar kembali di seluruh daerah pada tahun 2024. Dengan demikian maka sejak 2024, periode kepala daerah akan sama di seluruh Indonesia.

Melihat kembali pilkada-pilkada sebelumnya, kita harapkan kali ini akan lebih baik dan jauh dari money politics. Namun yang terjadi selama ini, masyarakat kita masih sangat sulit menentukan pilihan berdasarkan kualitas dan track record calon kepala daerah. Masyarakat masih cenderung memanfaatkan dan merasa bahwa pilkada itu adalah pesta yang dianggapnya kesempatan untuk mendapatkan sesuatu dari para calon.

Secara umum ada 4 sikap para pemilih saat pilkada serentak nanti. Pertama, memilih calon sesuai hati nurani sehingga mengharamkan money politics. Kedua, memilih calon kepala daerah dengan money politics. Ketiga, memilih sesuai hati nurani, tetapi tetap dengan money politics. Keempat, tidak ikut memilih karena merasa sama saja siapapun calon yang terpilih.

Meskipun belum ada survey yang dilakukan terhadap pemilih, tetapi berdasarkan pengalaman pilkada langsung sebelumnya, persentase rakyat yang mengharamkan money politics itu diyakini sangat kecil dibanding pemilih dengan sikap lainnya. Akibatnya, setiap pilkada selalu terasa diwarnai money politics meskipun tidak kelihatan secara terang-terangan.

Akibat keinginan dan kepentingan calon untuk memenangkan pilkada, maka berbagai cara dilakukan untuk meraih suara sebanyak-banyaknya. Sehingga persaingan sesama calon sangat tinggi, termasuk dalam penyediaan cost politik dengan mengangkat tim sukses sebanyak-banyaknya.

Sementara para pemilih tidak berpikir secara luas bahwa money politics akan berdampak tidak baik, khususnya bagi pembangunan daerahnya ke depan. Padahal manfaat praktik money politics yang terjadi hanya dirasakan sesaat.

Akibatnya, cost para calon saat pilkada akan sangat tinggi. Sehingga tidak jarang calon yang kalah mengalami trauma dan stroke bahkan depresi setelah pilkada selesai. Sementara bagi calon terpilih, maka cost tinggi yang sudah dikeluarkan selama proses pilkada tentu akan dikembalikan setelah dia berkuasa.

Berbagai cara diduga dilakukan untuk mengembalikan biaya yang sudah dikeluarkan. Selain dugaan gratifikasi dari anggaran pengadaan barang dan jasa, juga dilakukan dalam penerbitan izin serta KKN saat pengangkatan para pejabat di daerah yang dipimpinnya dan modus-modus lainnya. Sehingga tidak jarang dalam 5 tahun memimpin berulangkali terjadi mutasi dan pergantian pejabat yang diangkat sebagai eselon dua, tiga dan lainnya dengan berbagai alasan.

Tindakan para pejabat kepala daerah ini ada yang ketahuan, namun ada juga yang bisa lolos dari jeratan hukum hingga jabatannya berakhir. Sebagai gambaran, menurut KPK lebih dari 300 kepala daerah produk pilkada langsung menjadi tersangka korupsi sejak tahun 2005 lalu. Di antaranya termasuk 2 orang Gubernur Sumut, 3 orang Wali Kota Medan, 1 Wakil Wali Kota Medan dan beberapa bupati dan wali kota lainnya di Sumut. Itu baru yang ditangani KPK, belum termasuk yang ditangani penegak hukum lainnya.

Akhirnya pembangunan terganggu dan rakyatlah yang merasakan dampaknya. Sekarang kembali kepada hati nurani sebagai pemilih. Tetaplah datang ke TPS meskipun di tengah pandemi untuk memilih paslon yang terbaik. Tetap patuhi prokes 3 M (pakai Masker, Menjaga jarak dan Mencuci tangan), sehingga TPS jangan sampai menjadi kluster baru penularan Covid.

Kemudian pilihlah calon yang track record nya transparan dan baik. Sebisa mungkin, meskipun menggiurkan tetapi hindarilah money politics karena pada akhirnya hal itu akan merugikan kita semua.(*)

Sumber
: Harian SIB Edisi Cetak
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru