Penegakan hukum memang sering menimbulkan ketakutan, baik bagi yang merasa tidak bersalah, apalagi bagi yang bersalah. Sehingga peribahasa yang mengatakan berani karena benar, takut karena salah sering tidak berlaku jika sudah berurusan dengan para penegak hukum.
Proses penegakan hukum yang menakutkan itu juga kelihatannya sampai juga ke telinga Presiden Joko Widodo, sehingga sampai mengungkapkannya dalam sambutannya saat membuka Rakernas Kejaksaan RI tahun 2020 secara virtual, kemarin. Presiden mengingatkan, sebagai pemegang kuasa hukum pemerintah, kejaksaan harus bekerja keras untuk membela kepentingan negara, dan menyelamatkan aset-aset negara.
Jokowi mengingatkan agar penegakan hukum jangan sampai menimbulkan ketakutan yang menghambat percepatan, yang menghambat inovasi. Demikian halnya pengawasan yang dilakukan kejaksaan harus bersinergi dengan percepatan pembangunan, bukan malah menghambat pembangunan.
Semua yang berlebihan memang bisa berakibat tidak baik. Demikian halnya proses penegakan hukum dan pengawasan yang berlebihan bisa menjadi penghambat lancarnya pembangunan, karena yang diawasi merasa terkekang sehingga menimbulkan ketakutan dan kehilangan kreativitas. Sehingga di beberapa instansi pemerintah dikabarkan ada pejabat sampai menolak diangkat jadi pimpinan proyek karena takut “dikejar-kejar†penegak hukum.
Dalam kasus-kasus seperti itu, maka akan menghambat proses pembangunan. Selain itu juga pimpinan proyek bisa takut berinovasi untuk mempercepat pekerjaan karena takut diperiksa berlebihan. Dalam kaitan inilah maka diharapkan pengawasan dan penanganan hukum dapat dilakukan secara proporsional.
Harus diakui bahwa kinerja jajaran Kejaksaan selama 2020 ini termasuk baik, meskipun ada kasus yang mencoreng korps Adhyaksa seperti kasus Jaksa Pinangki terkait buronan Djoko Tjandra dan musibah kebakaran gedung Kejaksaan Agung. Semua keberhasilan jajaran kejaksaan itu sudah diuraikan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Di antaranya, berperan aktif mengamankan dan mendukung percepatan proyek-proyek strategis pemerintah tahun 2020 dengan total pagu anggaran Rp289 triliun. Bahkan telah memfasilitasi investasi senilai Rp26,3 triliun.
Selain itu, Kejaksaan juga berhasil melakukan pengamanan aset Rp149,1 miliar dan 57 bidang tanah. Kemudian menyelamatkan uang negara Rp19,2 triliun dan berkontribusi atas penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 356,1 miliar. Sejumlah prestasi lainnya juga diungkapkan Jaksa Agung, termasuk menangkap seratusan buronan dan penanganan 107 perkara secara restoratif.
Apa yang diharapkan Presiden Jokowi juga terjawab dengan program kerja dan kebijakan Kejaksaan Agung ke depan. Termasuk penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif, sehingga penegakan hukum yang justru menganiaya para pencari keadilan - khususnya masyarakat kecil - tidak ada lagi. Hal ini sekaligus juga menimbulkan efisiensi dalam penanganan perkara di Kejaksaan.
Di tengah kondisi ekonomi yang sedang terpuruk akibat pandemi Covid-19, maka prestasi ini patut mendapat apresiasi. Namun Presiden kelihatannya masih tetap berharap banyak dari korps kejaksaan, khususnya dalam pengawasan pelaksanaan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang anggarannya mencapai ratusan triliun rupiah.
Hal ini dimaksudkan agar program pemulihan ekonomi tersebut tepat sasaran dan terealisasi cepat tanpa pelanggaran hukum. Salah satu program yang diharapkan cepat terlaksana dan tepat sasaran adalah penyaluran dana bantuan sosial kepada masyarakat terdampak. Juga pengadaan peralatan rumah sakit dan obat-obatan dalam penanganan pasien Covid serta bantuan ekonomi lainnya kepada pengusaha kecil, koperasi dan UMKM.
Pemerintah berharap jajaran kejaksaan di seluruh Indonesia berperan aktif dalam pengawasannya, sehingga bisa cepat tersalur dan tepat sasaran. Jangan sampai ada upaya untuk menakut-nakuti para pelaksana yang ditugaskan dalam penyalurannya, apalagi ikut mengambil keuntungan dari bantuan sosial itu. Namun jika pelaksana menyalahgunakan penyaluran bansos itu dan mengambil keuntungan pribadi atau kelompoknya, maka jajaran kejaksaan diminta melakukan tindakan tegas dan menyeretnya ke pengadilan.
Jangan sampai didahului KPK bertindak menyeret para pelaku. Dengan demikian maka masyarakat akan semakin percaya kepada jajaran kejaksaan dalam penegakan hukum, khususnya penanganan korupsi. (*)
Sumber
: Hariansib edisi cetak