Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Kamis, 10 Juli 2025

Lindungi Anak dari Kejahatan Seksual

Redaksi - Rabu, 13 Januari 2021 10:03 WIB
548 view
 Lindungi Anak dari Kejahatan Seksual
Foto dari freepik.com
Ilustrasi 
Di tengah maraknya berbagai permasalahan nasional, tiba-tiba ada kabar miris dan memalukan di Medan. Seorang pria paruh baya yang berprofesi sebagai toke botot (barang bekas) melakukan tindakan asusila di luar kebiasaan. Peristiwa pelecehan seksual yang dilakukan terhadap belasan bocah laki-laki itu mirip dengan kejadian yang mengguncangkan publik di Ibu Kota Jakarta dulu.

Saat itu Robot Gedek alias Siswanto menghiasi pemberitaan sekitar tahun 1996 karena aksi kejamnya membantai anak-anak di bawah umur. Dirinya diketahui menyodomi dan membunuh korban dengan cara yang kejam, yakni dengan memotong-motong tubuh korban (mutilasi).

Memang tindakan pelaku di Medan yang dikatagorikan pedofil itu tidak seburuk yang dilakukan Robot Gedek. Pelaku EL (51) ditangkap petugas Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Sat Reskrim Polrestabes Medan, karena melakukan perbuatan cabul terhadap belasan anak laki-laki. Namun bisa saja kemungkinan terjadi perlakuan lebih buruk dan keji, bila pelaku tidak segera tertangkap.

Kanit UPPA Sat Reskrim Polrestabes Medan AKP Dian Ginting yang dikonfirmasi wartawan, Senin (11/1/2021) malam, mengatakan penangkapan tersangka merupakan tindak lanjut dari laporan sejumlah orangtua karena anak-anaknya yang berusia 13 hingga 18 tahun telah dicabuli EL.

Dari pengakuan para korban, aksi bejat pelaku sering dilakukan di Hotel Melala Jalan Binjai KM 12, di rumah tersangka dan di tempat penampungan barang bekas milik EL di Jalan Kapten Soemarsono Medan.

Dari hasil pemeriksaan dan interogasi, tersangka mengaku jika aksi bejatnya dilakukan sejak 2018. Tersangka kerap mengiming-imingi uang kepada korban sebesar Rp 100 ribu -Rp 150 ribu.

EL beralasan nekat melakukan perbuatan cabul terhadap para korban sebagai obat sakit gula darah. Menurut pelaku saran itu ia dapat dari temannya. Sementara dari pengakuan tersangka, para korbannya sudah belasan orang. Sedangkan yang sudah membuat laporan baru 6 orang.

Tersangka dijerat dengan Pasal 82 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Sayangnya peristiwa langka ini tidak diberitakan secara "heboh" oleh media massa dan tidak menjadi berita hangat di kalangan masyarakat. Hal ini bisa saja karena peristiwanya kalah hangat dengan berbagai pemberitaan nasional maupun internasional. Atau bisa jadi karena tidak ada menimbulkan hilangnya nyawa korban atau tindakan keji lainnya.

Meski begitu, masyarakat harus menangkap peristiwa ini sebagai sinyal bahaya telah ada di sekitar kita. Jangan mudah percaya kepada orang lain dan perketat pengawasan terhadap anak-anak dengan memperhatikannya secara serius. Jangan sampai setelah kejadian baru menyesal kemudian.

Bagi penegak hukum, lakukan tindakan hukum maksimal sesuai undang-undang. Bahkan kesempatan untuk menerapkan peraturan yang sudah diteken Presiden Jokowi pada Kamis, 7 Januari lalu, berupa Peraturan Pemerintah yang mengatur soal Kebiri Kimia. Nama lengkap PP No 70 tahun 2020 itu, “Tata Cara Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Pelaku Kekerasan Seksual.”

Peraturan itu, kata Kepala Staf Kepresiden Moeldoko, merupakan upaya pemerintah merespon kegelisahan publik. ”PP yang mengatur kebiri ini memberikan kepastian dan langkah lebih konkret terhadap kasus kekerasan seksual terhadap anak,” kata Moeldoko baru-baru ini.

Kita tidak ingin peristiwa memalukan dan berpotensi tindakan keji ini diberi kesempatan "berkembang'. Sehingga masyarakat harus mendorong aparat penegak hukum untuk memberikan tambahan hukuman kebiri kimia yang sudah diteken Presiden itu kepada pelaku. Selain untuk memberikan efek jera, juga bisa menjadi terapi kejut bagi masyarakat agar tahu bahwa peraturan itu sudah diterapkan. Sehingga orang akan berpikir beribu kali bila hendak berniat jahat seperti itu.

Hal ini juga kesempatan bagi Sumut untuk menununjukkan bahwa daerah ini yang pertama kali melaksanakan PP yang mengatur tentang kebiri setelah ditandatangani Presiden. Sumut bisa jadi contoh daerah yang benar-benar melindungi anak dari tindakan pedofil, dan otomatis bisa menyelamatkan masa depan generasi bangsa. (***)

Sumber
: Hariansib edisi cetak
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru