Kanker merupakan penyakit paling mematikan nomor dua di dunia. Sekira 9,6 juta jiwa tercatat meninggal dunia setiap tahunnya akibat kanker.
Sebanyak 70 persen kematian terjadi di negara berpenghasilan rendah hingga menengah. Rata-rata disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat dan sumber daya yang memadai untuk pencegahan, deteksi dini dan perawatan lebih lanjut.
Sebuah organisasi kanker internasional terbesar dan tertua di dunia, Union for International Cancer Control (UICC), berinisiatif mencetuskan Hari Kanker Sedunia (World Cancer Day) pada 4 Februari 2000 dalam acara World Summit Against Cancer di Paris. Pada acara ini dibahas penelitian, pencegahan, peningkatan layanan dan kesadaran akan penyakit kanker.
Setiap tahun, peringatan ini digelar dengan ratusan kegiatan dan acara di seluruh dunia dengan melibatkan sejumlah pihak seperti komunitas, organisasi, pemerintah, rumah sakit dan lainnya.
Siapapun bisa mengikuti kegiatan sebagai bentuk saling memberi dukungan bagi sesama manusia, terutama untuk para penderita kanker.
Hari Kanker Sedunia telah tumbuh menjadi gerakan positif dalam meningkatkan kesadaran kepada masyarakat di seluruh dunia bahwa pentingnya menjaga kesehatan agar terhindar dari penyakit berbahaya seperti kanker.
Kali ini peringatan Hari Kanker Sedunia terbilang "istimewa" karena berada saat pandemi Covid-19 melanda dunia. Semua orang fokus kepada masalah penanggulangan dan pencegahan Covid-19, sehingga penyakit kanker seolah terabaikan. Padahal bila dilihat dari jumlah kematiannya, jauh lebih banyak penderita kanker daripada Covid.
Sementara itu, kasus kanker di Indonesia pada 2018 mencapai 4,8 juta. Kasus terbanyak adalah payudara, serviks, dan paru. Sebab itu, Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan Kemenkes, Mohamad Subuh, menekankan pentingnya deteksi dini. Dikatakan, 43 persen kasus kanker dapat dicegah sehingga peran pemerintah dan masyarakat dalam melakukan deteksi dini yang paling utama dalam mengatasi kanker di Indonesia.
Berdasarkan American Cancer Society, kanker merupakan sekelompok penyakit yang dapat menyebabkan tanda atau gejala. Gejala kanker tergantung pada di mana kanker itu, seberapa besar kanker itu, dan seberapa besar ia memengaruhi organ-organ atau jaringan-jaringan lainnya. Jika kanker telah menyebar (metastasis), tanda atau gejala dapat muncul di berbagai bagian tubuh.
Untuk itu, meski saat ini fokus pada kasus Covid, kita tidak boleh abai dengan upaya-upaya pencegahan penyakit kanker. Karena penderita kanker sangat rentan tertular Covid. Sebagai penderita penyakit penyerta, manusia akan sulit diselamatkan bila terpapar virus corona. Sehingga keluarga dan penderita kanker harus ekstra hati-hati menjaga diri, semakin bekerja cerdas dan keras untuk bisa tetap terjaga kondisi kesehatannya.
Pemerintah dan semua lapisan masyarakat juga harus semakin peduli dengan penyakit dan penderita kanker. Terus deteksi dini penyakit ini supaya bisa dicegah dan secepatnya delakukan upaya pengobatan bila sudah terkena di fase awal. Bila lalai, tentu penyakit akan lebih berat, apalagi ditambahi dengan tekanan psikologis takut terpapar Covid-19.
Tekanan psikologis penderita kanker di masa pandemi ini semakin berat. Mereka pasti merasakan bahaya yang mengancam keselamatan secara terus-menerus. Sehingga dibutuhkan kampanye atau sosialisasi yang masif untuk memberi semangat, sekaligus upaya menjaga kondisi tubuh dengan baik.
Bagi pemerintah, lembaga kesehatan dan komunitas yang terkait membantu penderita kanker selama ini, jangan kendur. Lakukan bantuan yang terbaik, karena umumnya penderita kanker merupakan warga ekonomi menengah ke bawah. Mereka butuh kesehatan, butuh dukungan semangat sekaligus dukungan ekonomi.
Momen Hari Kanker Sedunia yang tahun ini bertema "I Am and I Will", yang diartikan sebagai komitmen dalam diri untuk melakukan sebuah tindakan, merupakan sesuatu yang sangat tepat. Mari bertindak dengan komitmen dan mewakili pilihan yang diambil secara tepat untuk mengubah masa depan yang terbebas dari penyakit kanker. (***)
Sumber
: Hariansib edisi cetak