Data BPS (Badan Pusat Statistik) Sumut mencatat angka pengangguran di Sumut pada 2020 sudah mencapai 508.000 orang. Angka itu mengalami peningkatan sebanyak 21,45 persen atau 109.000 orang, dibandingkan di 2019 yang jumlahnya mencapai 399.000 orang.
Hal itu diungkapkan Sekretaris F-PDI Perjuangan DPRD Sumut Ustad Syahrul Efendi Siregar dan anggota Komisi E Meriahta Sitepu, dr Poarada Nababan, Drs Penyabar Nakhe dan Teyza Cimira Tisya kepada wartawan, Rabu (10/2) di DPRD Sumut menanggapi 2,5 tahun kepemimpinan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi dan Wagub Sumut Musa Rajekshah.
Menurut para anggota dewan, kenaikan persentase angka pengangguran dari tahun 2019 ke 2020 sangat signifikan. Artinya, untuk mencapai kesuksesan pada program pengurangan angka pengangguran dengan memprioritaskan ketenagakerjaan di Pemprov Sumut di tahun anggaran 2019 dan 2020 belum tercapai.
Memang kalau dilihat dari persentasenya angka pengangguran itu meningkat sangat tinggi. Namun bila melihat kondisi saat ini, dengan bencana nonalam pandemi Covid-19 sedang melanda dunia, kenaikan setinggi itu wajar-wajar saja. Hal ini dikarenakan perekonomian sedang terpuruk akibat pelaksanaan protokol kesehatan seperti pembatasan sosial. Sehingga banyak industri tutup, pusat perbelanjaan sepi dan sebagainya.
Tetapi yang disayangkan, mengapa anggaran di Dinas Ketenagakerjaan Sumut pada APBD tahun anggaran 2021 hanya dialokasikan Rp 200.000.000 untuk program pelaksanaan latihan kerja berdasarkan kluster kompetensi. Angka itu sangat sedikit bila dilihat dari kebutuhan masyarakat yang mengalami pengangguran besar-besaran.
Saat ini memang semua anggaran sedang direfocusing untuk bidang kesehatan dalam mencegah dan menanggulangi permasalahan Covid-19. Hampir tidak ada lagi dana kegiatan pembangunan fisik dan pengembangan SDM yang tak terpotong.
Semua "seolah-olah" fokus kepada masalah Covid.
Padahal seharusnya tidak semua anggaran harus dipotong, dilihat dulu kegiatannya dan untuk kebutuhan apa. Misalnya program latihan kerja di Dinas Ketenagakerjaan Sumut. Program ini tentu sangat terkait dengan penanggulangan dampak sosial pandemi. Seharusnya, dana untuk ini bukan Rp 200 juta, tetapi justru ditambah berkali lipat untuk upaya penanggulangan pengangguran.
Di sini terlihat betapa eksekutif tidak jeli atau tidak fokus dengan apa yang dilakukannya. Kemudian juga kurang koordinasi dengan OPD sehingga segala sesuatunya diputuskan seperti asal jadi, sehingga program pelaksanaan kegiatan terkesan asal-asalan.
Kritik para anggota dewan ini cukup baik untuk mengingatkan Gubernur supaya lebih fokus dengan apa yang dilakukannya. Ajak semua perangkat yang ada bekerjasama untuk mengambil kebijakan atau melakukan tindakan agar pelaksanaan pembangunan di daerah ini berjalan dengan baik.
Kita tidak ingin jumlah pengangguran terus meningkat. Apalagi upaya penanggulangannya dilakukan dengan cara tidak tepat. Sehingga dibutuhkan pemikiran cerdas, perhatian yang tinggi, fokus dan sungguh-sungguh. Demi masyarakat seharusnya kita "all out" melakukan apa saja dalam situasi genting seperti sekarang ini.
Kemudian buat kebijakan yang bisa mendorong pihak swasta bisa ikut turun mengembangkan kemampuan dan kreatifitas yang bisa menciptakan peluang kerja baru. Selain itu ajak masyarakat agar produktif dan mau berusaha serta bekerja keras untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat menaikkan "nilai jualnya".
Untuk memotivasi masyarakat agar mau merubah mindset, sebaiknya diberi contoh dengan sikap dan kebijakan yang benar. Kita berharap pandemi Covid-19 bisa menjadi titik balik perubahan lebih baik ke depan.(***)
Sumber
: Hariansib edisi cetak