Dikabarkan ribuan orang yang tiba di RI sejak Desember 2020 diketahui terkonfirmasi positif Covid-19. Padahal, mereka memegang surat keterangan bebas Covid. Kepala Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo dalam konferensi pers, Minggu (21/2), memaparkan data kedatangan warga negara asing dan warga negara Indonesia repatriasi sejak 28 Desember 2020.
Doni menyebut, sejak 28 Desember 2020 tercatat sudah 1.214 orang yang positif Covid, baik WNI yang jumlahnya 1.092 maupun WNA 122 dari 10 negara dengan kasus positif terbanyak meliputi Arab Saudi, UEA, Turki, Malaysia, Qatar, Singapura, Jepang, Korea, Hongkong dan Taiwan.
Berita ini mungkin sangat mengejutkan, namun bila dilihat dari masalah kedisiplinan kita dalam menerapkan aturan protokol kesehatan (prokes), hal ini bukan yang luar biasa. Bahkan ditengarai orang positif yang masuk ke Indonesia bisa berkali lipat dari jumlah itu.
Hal ini bukan menakut-nakuti, lihat saja bagaimana masyarakat kita yang kurang berperan dalam mencegah penularan Covid-19. Selain itu kesadaran banyak pihak yang masih kurang dalam aturan penegakan prokes. Meski di setiap pintu masuk bandara maupun pelabuhan dilakukan persyaratan test rapid atau yang lainnya, tapi kemungkinan terjadinya "kecolongan" sangat besar.
Ini bisa terjadi karena upaya test hanya dianggap sebagai persyaratan oleh masyarakat atau petugas. Bukan sebuah kesadaran yang tinggi untuk mencegah penularan virus mematikan itu. Sehingga syarat itu bisa saja "dibeli" agar bisa lolos keluar masuk wilayah RI.
Sementara itu pemerintah melaporkan ada penambahan 7.300 pasien positif Covid-19 di Indonesia, Minggu (21/2). Total kasus positif secara kumulatif mencapai 1.278.653 kasus.
Dari 1.278.653 kasus positif Covid-19 itu, 157.088 merupakan kasus aktif. Ada tambahan 1.109 kasus aktif per hari itu.
Temuan kasus positif corona baru tersebut berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), yang disampaikan BNPB kepada wartawan, Minggu.
Sementara itu, jumlah pasien sembuh bertambah 8.236. Dengan demikian, total kasus sembuh dari Corona di RI mencapai 1.087.076 orang.
Di sisi lain, kasus pasien Corona yang meninggal dunia hari itu berjumlah 173 orang. Maka total angka kematian Covid-19di Indonesia sebanyak 34.489 orang.
Dalam menangani masalah ini kita juga harus banyak belajar dari negara-negara lain yang dianggap sukses menghadapi kasus Covid. Mari kita mengintip kebijakan penanggulangan Covid di Australia
State seperti Queensland Australia hanya memiliki 6 kasus aktif. Total 6 orang meninggal sejak awal periode Covid-19.
Dari 400 kasus perhari, rata-rata state di Australia dapat menekan menjadi 20 kasus per hari. Walaupun tidak sesukses New Zealand, Australia dapat dikategorikan sebagai salah satu negara yang sukses dalam menanggulangi Covid.
Breakout atau situasi tiba-tiba dimana angka Covid naik memang beberapa kali terjadi di beberapa negara bagian (state) yang berbeda di waktu yang berbeda. Namun, selalu dapat ditanggulangi dengan baik.
Pada November 2020, seorang pria yang terjangkit Covid berbohong tentang histori perjalanannya dan akibatnya terdapat 20 kasus baru di Adelaide, South Australia. Satu negara bagian dinyatakan lockdown seketika itu juga. Lockdown yang diterapkan biasanya adalah stage 4, dimana belanja kebutuhan penting seperti makanan, dan juga latihan fisik di ruangan terbuka publik masih diperbolehkan. Hal yang terpenting adalah perbatasan antara negara bagian secara rutin dibuka dan ditutup, sehingga membatasi penularan antar negara bagian.
Sekitar Desember 2020 dekat dengan Natal, secara bergantian negara bagian New South Wales mengalami breakout karena kerumunan di pantai, disusul oleh lockdown di wilayah Queensland karena terdeteksinya 1 kasus positif dengan UK strain. Terkini, Melbourne di wilayah negara bagian Victoria sedang dalam masa lima hari lockdown juga dikarenakan strain UK.
Mendengarkan ilmuwan
Pemerintah Australia membentuk semacam kabinet nasional yang merupakan respon yang cukup lambat karena kurva infeksi telah menanjak. Namun, strategi kabinet nasional penanganan Covid ini terbukti efektif. Salah satu tokoh yang sangat berperan adalah chief medical officer, Brendan Murphy yang secara rutin memberi masukan pada Perdana Menteri Scott Morison.
Seminggu setelah dibentuk, Australia menerapkan aturan ketat tentang social distancing dan jumlah maksimum orang berkumpul, dan dalam 48 jam segera menutup semua tempat yang dikategorikan sebagai non-essential. Tempat yang buka adalah rumah sakit, apotek, swalayan makanan. Dan uniknya, sekolah. Pemerintah Australia tidak pernah menutup total sekolah untuk memfasilitasi orang tua yang bekerja di sektor kesehatan agar tetap bisa menitipkan anaknya.
Tetapi Australia memang sangat berbeda dengan Indonesia, khususnya soal disiplin. Lihat saja gelaran kejuaraan tenis Grand Slam Australia Open yang baru berakhir kemarin. Acara sukses besar, meski panitia dan masyarakat tetap melaksanakan prokes dengan sangat ketat. Mereka sangat layak dicontoh. Keadaan pagelaran akbar tahunan yang disaksikan masyarakat dunia lewat layar kaca itu benar-benar ketat dan disiplin.
Tak heran jika kasus Covid di Indonesia belum menunjukkan tanda-tanda menurun, meski berbagai upaya telah dilakukan, termasuk vaksinasi nasional. Kita harus bisa mencontoh yang baik. Kedisiplinan masyarakat dan aparat harus benar-benar sadar dilakukan, bukan sekadar formalitas atau keterpaksaan. (***)
Sumber
: Hariansib edisi cetak