Sumatera Utara kembali membuat “gegerâ€, setelah Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumatera Utara berhasil membongkar dugaan penggunaan alat swab bekas untuk rapid test antigen di Bandara Internasional Kualanamu, Deli Serdang. Dalam kasus tersebut, polisi berhasil mengamankan lima orang petugas pelayanan rapid test antigen.
Penindakan dilakukan setelah polisi menerima laporan masyarakat soal penyalahgunaan alat kesehatan. Polisi kemudian langsung melakukan penyelidikan dan mengutus AKP Jericho Levian Chandra untuk membongkar dugaan kasus tersebut. Pada Selasa (27/4), ia menyamar sebagai calon penumpang pesawat dan mengisi daftar calon pasien untuk mendapat nomor antrean menjalani pengambilan sampel.
Petugas rapid test kemudian memasukkan alat tes ke dalam lubang hidung dan memintanya untuk menunggu. Hasilnya ternyata positif Covid-19, dan terjadilah perdebatan. Polisi langsung memeriksa seluruh ruangan labotarium. Saat diinterogasi, petugas Kimia Farma mengaku bahwa alat yang digunakan untuk mengambil sampel calon penumpang di Bandara Kualanamu adalah barang bekas yang dicuci kembali dengan air. Setelah itu, alat tersebut dimasukkan kembali ke tempat yang baru.
Laporan ini bagai sebuah drama yang menggegerkan seantero negeri. Karena ada kelompok petugas yang berani “memainkan†masalah sensitif menyangkut kehidupan manusia demi mendapatkan uang. Tak pelak masyarakat mengecam keras. Bahkan beragam pendapat berbagai kalangan bermunculan, yang intinya berharap pelaku dihukum berat.
Penasehat Fraksi Nusantara DPRD Sumut Zeira Salim Ritonga meminta Polda Sumut mengusut tuntas aktor intelektual yang ikut terlibat dalam penggunaan alat rapid test bekas ini. Katanya, ini perbuatan yang tidak bertanggungjawab dan pantas dihukum berat, karena menyangkut nyawa orang lain. BPOM (Balai Pengawas Obat dan Makanan) diminta harus melihat kasus penggunaan alat rapid test bekas menjadi persoalan serius, sekaligus memperketat pengawasan, agar kejadian yang sama tidak terulang kembali.
Sementara itu Ketua DPW PSI (Partai Solidaritas Indonesia) Sumut HM Nezar Djoeli ST meminta aparat kepolisian jangan hanya menindak oknum-oknum yang terlibat dari perusahan besar obat-obatan, tetapi pihak PT Angkasa Pura (AP) II juga harus bertanggung jawab penuh terhadap kasus alat rapid test bekas itu.
Gubernur Sumut juga harus berkontemplasi menyikapi persoalan ini. Sebagai Ketua Satgas Penanganan Covid-19 di Sumut, seharusnya memberikan pengawasan terhadap spot-spot yang dianggap penting dan strategis terhadap pelayanan publik.
Seperti diketahui, selama masa pendemi pemerintah memberlakukan aturan bagi para pelaku perjalanan yang harus membawa surat keterangan hasil rapid test. Surat yang menyebutkan si pemilik bebas dari Covid-19 ini menjadi salah satu dokumen kesehatan yang diperlukan warga untuk perjalanan dengan moda transportasi udara dan laut. Aturan inilah yang menimbulkan persoalan banyaknya pemalsuan surat keterangan hasil rapid test di berbagai daerah.
Masalah seperti inilah yang menjadi salah satu kendala terbesar dalam upaya mengakhiri pandemi Covid di Indonesia. Hal ini belum bisa dituntaskan, malah muncul persoalan baru di Bandara Kualanamu yang cukup memalukan sekaligus memilukan.
Pandemi Covid-19 bukan masalah main-main. Dia sudah menghancurkan hampir seluruh sendi kehidupan manusia, karena virus mengancam setiap nyawa dan sangat sulit dikendalikan. Negara pun bisa kolaps jika kehabisan dana untuk mengatasinya.
Jadi alangkah tak berperikemanusiaannya bila ada pihak yang masih tega memanfaatkan kondisi ini hanya untuk mendapatkan uang. Sungguh tak ada lagi hati nuraninya, sehingga hampir semua kita setuju bila pelaku dihukum sangat berat.
Untuk itu pemerintah (Satgas Covid) harus mengusut tuntas kasus ini sekaligus menjadikannya sebagai pintu masuk menelusuri dugaan kasus-kasus lain, yang mungkin dengan modus berbeda. Karena diyakini masih banyak penyalahgunaan wewenang dilakukan pihak lain yang terkait. Misalnya saja pihak rumah sakit dan Nakes, yang sudah sejak lama dicurigai ada yang bermain.
Sesuatu yang tak lepas dan perlu diperbaiki dari diri kita adalah yang menyangkut moral. Kita perlu menjalani test moralitas kemanusiaan, karena sesungguhnya sebagai bangsa Pancasilais yang berpegang teguh pada agama dan kemanusiaan, tentu tak akan sanggup berbuat seperti itu. Malu kita dengan bangsa lain yang dianggap sekuler dan sebagainya, ternyata masih menjunjung tinggi moralitas. Jadikan kasus sebagai introspeksi kepada semua supaya bisa berubah menjadi lebih baik. (***)