Peringatan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei tahun ini masih di tengah situasi pandemi Covid-19 seperti tahun lalu. Tahun ini mengambil tema "Serentak Bergerak, Wujudkan Merdeka Belajar". Tema ini tentu perlu kita maknai sesuai dengan kondisi belajar mengajar di masa pandemi Covid-19 ini. Karena pada prinsipnya proses belajar terus berlangsung sepanjang hidup tanpa mengenal usia, waktu, cara dan tempat.
Untuk aktivitas memperingati Hardiknas ini, Kemendikbud mengimbau agar instansi pusat, daerah, satuan pendidikan, serta lembaga lainnya menyelenggarakan kegiatan secara sederhana. Di wilayah zona hijau dan kuning diperkenankan menyelenggarakan upacara bendera secara tatap muka, tetapi terbatas, minimalis, dan menerapkan protokol kesehatan dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19.
Namun bagi wilayah yang tidak memungkinkan tatap muka, maka peringatan sebaiknya dilakukan secara kreatif tapi bermakna. Bisa melalui berbagai media cetak, elektronik dan media sosial untuk mendorong pelibatan dan partisipasi publik dalam menjaga dan membangkitkan semangat belajar di masa darurat Covid.
Tidak ada yang memprediksi bahwa kita akan menerapkan proses belajar mengajar secara daring sejak wabah Covid menyebar. Pada tahap awal terasa janggal dan sulit dilakukan, karena keterbatasan sarana dan prasarana yang tersedia. Tetapi keadaan memaksa anak didik kita harus menjalani proses belajar secara daring untuk mencegah jangan sampai sekolah menjadi klaster baru Covid-19.
Sejauh ini belum dikaji bagaimana dampak proses belajar mengajar secara daring ini terhadap kualitas dan karakter anak didik. Namun beberapa pihak memprediksi kualitas pendidikan kita akan menurun, bahkan dampaknya bisa-bisa mengakibatkan hilangnya minat belajar para pelajar, karena berkurangnya intensitas interaksi dengan guru saat proses pembelajaran yang biasa disebut dengan "learning loss".
Masyarakat juga memaknai kondisi belajar mengajar secara daring ini secara beragam. Bagi sebagian masyarakat, kondisi ini malah dianggap merupakan tantangan dan sekaligus peluang. Mereka dengan mudah menyesuaikannya bagi kelanjutan pendidikan anak-anaknya. Apalagi mereka didukung dengan fasilitas dan latar belakang pendidikan orangtua yang sudah modern, sehingga lebih mudah mengontrol dan mendampingi anak-anak belajar di rumah.
Namun bagi sebagian masyarakat lainnya, khususnya yang memiliki fasilitas sangat terbatas ditambah dengan latar belakang pendidikan rendah, kondisi ini dianggap biasa-biasa saja. Bahkan membebaskan anak-anaknya memanfaatkan waktu sesukanya karena tidak ada kewajiban harus pergi ke sekolah. Mereka tidak menyadari akibatnya dalam jangka panjang, tidak saja merusak masa depan anak tetapi juga masa depan bangsa ini, apalagi jika sampai terjadi "learning loss".
Dari dua bagian masyarakat yang memaknai kondisi belajar mengajar di masa pandemi ini, maka sudah bisa diprediksi bagaimana kualitas anak-anak kita ke depan. Hal ini tentu menjadi bahan renungan dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional tahun ini. Sehingga jangan sampai bangsa ini hancur karena kesalahan mendidik anak-anak kita.
Konsep "Merdeka Belajar" ini memang merupakan program dan kebijakan baru yang dicanangkan Nadiem Anwar Makarim yang baru dilantik kembali, Rabu (28/4) sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Suatu kementerian dengan tugas berat karena multi fungsi.
Melihat output dunia pendidikan kita, khususnya perguruan tinggi banyak yang mengecewakan, khususnya dalam riset dan teknologi. Akibatnya, penggunaan dana pendidikan dan riset yang besar (20% dari APBN) sepertinya kurang efektif karena tidak terkoordinir. Sehingga dengan penggabungan riset dan teknologi ke Kementerian Pendidikan di bawah kendali Nadiem Makarim diharapkan akan menghasilkan sinergi. Selain hasil riset yang bermanfaat, maka penggunaan dana riset juga lebih efektif.
Hardiknas tahun ini mengingatkan kita bahwa dunia pendidikan akan menghadapi tantangan besar, khususnya dalam mengejar kemajuan teknologi. Namun jangan terlena, kemajuan teknologi jika tidak diimbangi dengan pendidikan karakter sejak dini di sekolah, maka akan sangat berbahaya karena kita yang akan dikendalikan bukan mengendalikan. Namun jika secara serentak bergerak mewujudkan sinergi itu, maka visi "Indonesia Maju" tahun 2045 (100 tahun Indonesia Merdeka) akan tercapai. Selamat Hardiknas 2021. (*)