Pelarangan mudik libur Hari Raya Idul Fitri tahun ini benar-benar ketat demi terhindarnya bangsa dari bencana tsunami Covid-19 seperti yang terjadi di India.
Beda dengan pelarangan mudik lebaran tahun lalu, kali ini semua lini dikerahkan pemerintah dalam mencegah penularan secara masif.
Bahkan Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa'adi mengimbau masyarakat mematuhi larangan mudik berkenaan dengan Hari Raya Idul Fitri 1442 H. Larangan mudik ini semata-mata demi upaya pencegahan penyebaran Covid-19. Menurut dia, tidak mudik sama dengan berjihad.
Zainut mengatakan, pandemi Covid-19 belum usai. Masyarakat Indonesia perlu belajar dari penyebaran Covid-19 yang demikian masif di sejumlah negara, terutama India.
Larangan mudik menjadi penting ditaati, karena ini bagian upaya menjaga jiwa atau khifdhun-nafs yang juga menjadi perintah agama. Mudik, menurutnya, akan membahayakan diri sendiri, juga keluarga yang dikunjungi.
Sementara itu mengutip dari laman MUI, jihad dapat dimaknai sebagai “qital†atau “perangâ€, jihad juga dapat dimaknai untuk seluruh perbuatan yang memperjuangkan kebaikan.
Jihad dilakukan sesuai dengan keadaannya. Jika keadaannya menuntut seorang muslim berperang karena kaum muslim mendapat serangan musuh, maka jihad seperti itu wajib.
Namun jika dalam keadaan damai, maka medan jihad sangat luas, yaitu pada semua usaha untuk mewujudkan kebaikan seperti dakwah, pendidikan, ekonomi, kesehatan dan lain-lain. Sangat tidak tepat, selalu memaknai jihad dengan “qital†atau
“perangâ€, apalagi menggelorakan jihad dalam makna ini dalam keadaan damai.
Sangat tepat apa yang dikatakan Wamenag, bahwa melakukan kebaikan dengan menahan hawa nafsu untuk tidak melakukan perbuatan yang menimbulkan dampak berbahaya merupakan perbuatan jihad. Artinya, dengan berkorban menahan keinginan tidak mudik berkumpul keluarga demi keselamatan jiwa sendiri dan orang banyak adalah perbuatan baik yang mendapat ganjaran pahala.
Sebagai umat beragama tentu menyadari bahwa tujuan agama itu untuk membawa kemaslahatan. Agama sebagai landasan atau peraturan Tuhan agar umatnya berada pada jalan yang benar. Apapun agamanya, melindungi diri sendiri dan orang lain adalah keniscayaan.
Pemerintah berupaya sangat keras melarang mudik kali ini melalui berbagai cara, termasuk dari sektor agama, menandakan pandemi Covid sebagai suatu yang sangat serius mengancam keselamatan jiwa manusia. Setahun lebih terjadinya bencana pandemi sudah melumpuhkan berbagai sendi kehidupan. Dan bila pencegahannya tidak dilakukan sungguh-sungguh diyakini akan bisa menghancurkan seluruh kehidupan manusia.
Sebagai umat beragama tentu mencintai dan ingin menyelamatkan kehidupan. Kalau yakin dengan agamanya pasti akan mentaati aturan pemerintah dan imbauan untuk berjihad menyelamatkan manusia.
Dalam kondisi seperti saat ini, tak ada jalan lain kecuali menahan nafsu untuk tidak mudik.
Kita memang selalu menganggap bahwa diri sendiri merupakan cuma bagian terkecil yang tak akan berpengaruh dengan lingkungan luas. Padahal bila setiap orang akan berpikir seperti itu, tentu berpengaruh besar dengan keadaan. Itu pola pikir yang sangat membahayakan. Bisa-bisa upaya pencegahan penularan Covid akan gagal total dan yang tak diinginkan tsunami Covid menjadi kenyataan.
Demi menghindari hal yang menakutkan itu, kita harus sadar bahwa hanya diri sendiri yang bisa menjadi penyelamat. Peraturan pemerintah dan lain-lainnya yang melarang mudik hanya ditujukan bagi orang yang tak mengerti atau orang yang tak menginginkan keselamatan hidup manusia. (***)