Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 14 Juli 2025
Tajuk Rencana

Korupsi Alih Fungsi Hutan

- Sabtu, 15 November 2014 10:29 WIB
436 view
Kerusakan-  hutan kini terjadi di mana-mana. Hal ini karena  terjadi obral pemberian izin penggunaan hutan oleh pemerintah daerah, sampai dengan pejabat di kementerian kehutanan. Maka tidak heran bencana terjadi di mana-mana. Demikian juga dengan korupsi,  karena obral izin ini mempermudah para pelaku.
Lihat saja bagaimana berita mengenai rusaknya hutan di Labuhan Batu Utara (Labura) serta hutan mangrove di kawasan Tobasa. Itu baru yang ada di Sumatera Utara. Belum lagi jika kita menelusuri kawasan Taman Nasional Gunung Leuser melalui Langkat. Semuanya telah berubah menjadi perkebunan sawit. Setiap kali ditanyakan kepada  masyarakat, pemiliknya adalah "orang kota".

Dalam kasus yang berhubungan dengan Gubernur Riau dan Wali kota Bogor, KPK memang menengarai adanya aksi suap-menyuap dalam upaya memanfaatkan izin penggunaan hutan. Di dalam kasus tersebut, KPK menyatakan adanya model baru kasus suap. Dalam kasus Bupati Bogor, KPK menelisik dugaan korupsi rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan yang menjadi milik kementerian kehutanan. Ada dugaan bahwa rekomendasi tersebut menjadi alat permainan yang diperjualbelikan untuk kepentingan koorporasi. Selain Bupati Bogor, KPK telah menetapkan dua pihak swasta sebagai tersangka kasus korupsi.
 
Pada kasus Gubernur Riau, ditengarai modusnya juga sama. Gubernur disuap untuk  pengajuan revisi alih fungsi hutan Riau tahun 2014 kepada kementerian kehutanan. Maka tidak heran pejabat kementerian kehutanan, termasuk mantan menteri kehutanan yang kini menjadi Ketua MPR Zulkifli Hasan harus  memenuhi panggilan KPK, menjadi saksi untuk kasus-kasus tersebut. Modus yang didalami KPK termasuk dengan adanya upaya-upaya mengubah tata ruang wilayah, demi mendapatkan peluang melakukan korupsi atas kebijakan tersebut.

Kerusakan hutan kita seluas lapangan bola setiap harinya memang bukan isapan jempol. Bahkan berdasarkan data yang dirilis  National Geographic, kerusakan hutan Indonesia sudah mencapai 840 ribu hektar pada tahun 2012. Menurut hasil penelitian tersebut, hutan primer Indonesia yang berisi hutan-hutan alami, telah hilang, jauh melebihi kerusakan yang sama di Brazil yang hanya setengahnya. Dalam dua tahun yaitu tahun 2000 sampai dengan tahun 2012, luas hutan primer yang hilang mencapai lebih dari 5 juta hektar, dan itu seukuran Sri Langka.     Padahal di Indonesia, terdapat keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi, termasuk di dalamnya 10 persen tanaman dunia, 12 persen mamalia dunia, 16 persen reptil amfibi dunia dan 17 persen dari spesies burung dunia.

Sayang ketika data-data tersebut disampaikan, seluruh pejabat yang terlibat umumnya menghindar tanggung-jawab. Para pejabat kementerian kehutanan biasanya akan mengatakan bahwa kerusakan tersebut telah ditangani. Sementara itu pejabat di daerah juga biasanya akan mengelak dan menyatakan bahwa persoalan tersebut terlalu dibesar-besarkan. Faktanya, sebagaimana kita saksikan dalam berbagai berita termasuk di Labura dan Tobasa, kerusakan hutan adalah persoalan yang konkrit.

Alih fungsi hutan menjadi lahan produktif atau sewa untuk kepentingan aktifitas ekonomi memang bablas sejak adanya otonomi daerah. Atas nama pendapatan daerah plus memperkaya oknum pejabat daerah dan kementerian kehutanan, hutan pun menjadi lahan garapan baru. Inilah yang harus segera dibenahi  menteri LH dan kehutanan baru. Ia berjanji akan melakukan moratorium izin-izin penggunaan hutan, serta mendorong perbaikan hutan sehingga menjadi hijau kembali. Sayangnya, jika tindakan tersebut berlama-lama, hutan yang dirusak semakin lama semakin masif (***)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru