Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 14 Juli 2025
FOKUS

Rp. 2000-nya Mulai Terasa

- Minggu, 30 November 2014 14:08 WIB
333 view
Kenaikan - harga premium dan solar beberapa waktu yang lalu kini mulai berimbas kepada banyak hal. Salah satunya pada kenaikan harga barang yang ada di pasar. Di mana-mana kita menyaksikan para pedagang mulai menyesuaikan harga. Kenaikan harga BBM sebesar Rp. 2000 menjadi alasan untuk melakukannya. Maka terpaksalah masyarakat kemudian membeli barang dengan harga yang mulai menguras kantong.

Namun pembelian kebutuhan pokok bukan satu-satunya. Harga gas elpiji juga mulai dinaikkan secara sepihak oleh beberapa pedagang. Gas 3 kg kini ada yang sudah dijual dengan harga Rp. 16 ribu bahkan Rp. 20 ribu. Padahal gas ukuran tersebut merupakan kebutuhan yang masih disubsidi oleh pemerintah. Pengecer berdalih bahwa kenaikan tersebut merupakan penyesuaian dengan kenaikan biaya transportasi.

Di sektor transpotasi, kenaikan harga BBM memang mulai terasa. Para supir juga mulai menyesuaikan diri dengan menaikkan ongkos. Penumpang harus menggerus kantong lebih dalam karena para supir tidak mau lagi menerima bayaran harga lama. Aksi ini berlangsung secara masif dan terjadi dimana-mana.

Secara formal, transportasi memang diberikan keleluasaan untuk menaikkan tarif hingga 10 persen. Tetapi di lapangan, kenaikan itu tidak diiringi dengan pengawasan. Akhirnya sering yang terjadi adalah para supir berdebat dengan konsumen pengguna kendaraan umum.

Tahun depan, persis di awal tahun, beberapa tarif akan segera naik. Salah satu diantaranya adalah kenaikan ongkos kereta api. Pencabutan subsidi kepada ongkos menyebabkan PT KAI harus menaikkan harga. Dan transportasi yang jamak digunakan di Jawa tersebut jelas akan menyebabkan para konsumen pun harus menggali kantong lebih dalam lagi.

Sementara itu, aksi untuk menaikkan upah semakin masif terdengar. Barusan saja kita mendengarkan aksi buruh berjumlah ribuan orang dilakukan di Jakarta.

Mereka memblokir tol dan menutup akses jalan karena meminta Upah Minimum Provinsi disesuaikan dengan kenaikan harga BBM. Di Batam, unjuk rasa menyebabkan kawasan industri lumpuh. Para karyawan menolak Upah Minimum Kota karena tidak sesuai dengan semakin meningkatnya harga kebutuhan pokok masyarakat.

Menjelang akhir tahun, harga-harga diperkirakan akan semakin meningkat. Kebutuhan masyarakat yang meningkat tajam akan menjadi persoalan serius di dalam mengendalikan harga pasca kenaikan BBM ini. Memang sebagaimana diprediksi oleh pemerintah akan terjadi inflasi yang umumnya disumbang oleh bahan makanan dan minuman maksimum sebesar 10 persen.

Tetapi eksesnya ternyata jauh dari yang direncanakan. Sementara itu, jaminan pasokan dari pemerintah ternyata tidak efektif. Bantalan subsidi BBM yang selama ini diperkirakan hanya akan mencapai Rp. 400 ribu kepada warga miskin kelihatannya jauh melebihi angka tersebut. Pemerintah bisa dipastikan akan kedodoran mengelola dampak dari kenaikan harga BBM.

Pemerintah beradu argumentasi mengenai potensi penerimaan jika BBM dinaikkan. Menteri Keuangan menyatakan bahwa pemerintah akan punya dana setidaknya Rp. 100 triliun untuk membangun infrastruktur. Kita kuatir dana sebesar itu justru habis untuk mengelola akibat kenaikan harga BBM ini.

Pemerintah harus melakukan sesuatu. Kritik dari masyarakat, terutama dari mahasiswa, telah memakan korban, salah satunya yang tewas dalam bentrokan di Makassar. Perlu ada solusi berupa quick win, supaya masalah ini tidak semakin berlarut (***)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru