Musyawarah Nasional Partai Golkar berakhir sudah. Aburizal Bakrie terpilih kembali menjadi ketua umumnya. Meski ditentang oleh sejumlah kader yang menyebut diri Presidium Penyelamat Partai Golkar, Munas tersebut memberikan mandat kepada Aburizal
secara aklamasi.
Mengejutkannya,
Partai Golkar juga mengumumkan sikap politiknya. Di antaranya Partai Golkar menyatakan akan tetap berada di Koalisi Merah Putih (KMP), menolak kenaikan harga BBM bersubsidi, mendorong revisi UU MD3 dalam rangka meningkatkan
partisipasi DPRD, menolak Perppu Pilkada Langsung, dan mengusulkan pemilu langsung dengan sistem proporsional daftar tertutup.
Khusus mengenai penolakan terhadap Perppu ini terasa aneh. Sebelumnya mantan Presiden SBY menyampaikan kepada publik bahwa telah ada deal antara
partainya dengan KMP mengenai penghapusan pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Deal itu tercapai karena Partai Demokrat mendukung UU MD3. Sayangnya kemudian sebagaimana disampaikan oleh SBY sendiri melalui media sosial, politik memang dinamis.
Sikap mendukung pemilihan kepala daerah oleh DPRD memang menunjukkan keberanian Partai Golkar untuk menghadapi kembali ruang protes masyarakat yang sempat memuncak. Berbagai protes ini berhubungan dengan dirampasnya suara rakyat dalam Pilkada. Tetapi kelihatannya Partai Golkar lebih mementingkan konsesi kepada kader-kadernya di daerah yang dapat dipastikan akan mendapatkan keuntungan banyak jika pemilihan kepala daerah dilakukan melalui DPRD. Partai Golkar memperoleh suara cukup signifikan jika pemilihan dilakukan melalui DPRD. Memang tidak secara ekplisit Partai Golkar menyampaikan konsesi ini kepada publik.
Tetapi dari bocornya rekaman pembicaraan antara Ketua Steering Committee Munas dengan DPD-I, terungkap banyak hal yang membuat publik tercengang. Bukan hanya soal keinginan untuk memberikan konsesi tersebut, salah satu hal lain yang menjadi pembicaraan publik adalah betapa Partai Golkar memiliki persepsi betapa pentingnya kedudukan dan peran mereka dalam KMP. Bahkan disebut-sebut KMP akan bertahan jika Aburizal Bakrie tetap menjadi ketua umum. Secara de facto memang begitulah keadaannya. Dengan kapasitas 91 kursi, Partai Golkar memang adalah pendukung penting KMP. Tetapi bahwa dengan persepsi tersebut Partai Golkar seolah memainkan tangan kekuasaannya melalui KMP, hal itulah yang menunjukkan betapa lihainya Partai Golkar bermain. Target mendapatkan kekuasaan di pusat tidak tercapai, tetapi kelihatannya ada hal lain yang hendak dimainkannya. Menduduki jabatan-jabatan strategis di daerah adalah keniscayaan dan karena itulah Partai Golkar “berani mati-matian†membela Pilkada ala DPRD. Tetapi bagaimana Partai Golkar akan menjelaskan maksud hatinya ini kepada publik? Apakah publik bisa menerima seribu satu alasan melaksanakan Pilkada melalui DPRD? Kita tunggu. Proses penolakan Perppu bisa saja diganjal oleh Partai Demokrat yang merasa ditinggalkan dan diingkari kesepakatannya.
Untuk sementara, Partai Golkar dan tentunya KMP bisa bernafas lega. Setidaknya saat ini di tangan Aburizal Bakrie, KMP bisa tetap bertahan. Tetapi persoalan juga belum selesai. Presidium Penyelamat Partai Golkar juga bergerak. Mereka akan menyelenggarakan Munas tandingan pada Januari nanti. Bagaimana prosesnya, kelihatannya jalan masih panjang. Sebagaimana PPP yang kemudian berkonflik, Partai Golkar juga akan menghadapi persoalan yang sama.
Munas parpol manapun selalu menjadi titik penting, sekaligus titik awal dari begitu banyak peristiwa politik. Dan itu tidak luput dialami oleh Partai Golkar.
(***)