Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 14 Juli 2025
Tajuk Rencana

Universalisme HAM

- Rabu, 10 Desember 2014 15:48 WIB
198 view
Tanggal - 10 Desember, selalu diperingati sebagai Hari Hak Asasi Manusia se-dunia untuk menghormati Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengadopsi dan memproklamasikan Deklarasi Universal HAM, sebuah pernyataan global tentang hak asasi manusia, pada 10 Desember 1948.

Dalam konsep bangsa-bangsa sebenarnya hanya ada 6 jenis HAM, yaitu hak asasi sosial, ekonomi, politik, sosial budaya, hak untuk mendapat perlakuan yang sama dalam tata cara peradilan, dan hak untuk mendapat persamaan dalam hukum dan pemerintahan. Tetapi kita beruntung karena kita sudah mengadopsi lebih banyak pokok-pokok HAM.

Dalam UUD 1945 hasil amandemen, HAM dicantumkan secara jelas mulai dari Pasal 28 A sampai dengan 28 J. Inti dari pasal-pasal tersebut mengatur tentang hak-hak sipil dan politik, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Di antaranya, hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya, keluarga, hak anak, hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar, hak untuk mendapatkan pendidikan dan Iptek, hak hukum, hak bekerja dan hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

Selain itu, diatur juga tentang hak kebebasan beragama, meyakini kepercayaan, pikiran dan sikap sesuai hati nurani, hak berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat, berkomunikasi, sehat dan bebas untuk mendapatkan keadilan, dan seterusnya. Total tidak kurang 28 item hak telah dijamin dalam UUD 1945 hasil amandemen tersebut.

Tetapi yang paling penting pada langkah berikutnya adalah menerjemahkan hak tersebut ke dalam langkah praktiknya. Itu yang perlu dikawal  negara dan tugas itulah yang diemban untuk dijamin dan dijadikan patokan kemampuan negara dalam memenuhi hak warga negaranya.

Akan tetapi memenuhi hal tersebut masih menjadi persoalan besar kita. Masih banyak pekerjaan rumah di dalam upaya mendudukan HAM sebagai konsep dasar yang harus diperjuangkan negara. Salah satu di antaranya pasti kita sudah kenal semua yaitu hak untuk beribadah. Pada prakteknya, aturan yang dibuat pemerintah justru mereduksi universalime HAM tersebut. Alih-alih menyesuaikan diri untuk memenuhi HAM, yang ada pemerintah bahkan tidak mampu menyelesaikan konflik antar kelompok beragama yang sering berujung kepada dominasi kaum mayoritas terhadap yang minoritas.

Hak hukum yaitu bersamaan kedudukannya di hadapan hukum juga masih menjadi persoalan. Sering disebutkan jika hukum di Indonesia hanya tajam ke bawah, alias orang kecil, tetapi tumpul di atas, manakala berhubungan dengan sosok-sosok besar. Ini sering terjadi. Masyarakat kecil yang "terpaksa" melakukan kejahatan "kecil", malah sering diperlakukan sebagai bukan pemilik HAM yang universal di Indonesia. Yang melanggar hukum bahkan dalam penjara sekalipun masih saja juga tetap diberikan sejumlah keuntungan  yang tidak sedikit. Upaya mendapatkan keadilan terkadang sulit diraih masyarakat kecil karena hukum amat mahal. Bukan karena berharga mahal, tetapi karena selama ini hukum bisa diperjual-belikan meski sulit membuktikannya.

Masih banyak HAM yang diabaikan pemenuhannya oleh negara. Negara perlu memilih yang mana yang prioritas untuk diimplementasikan sekarang ini.

Persoalan pelanggaran HAM masa lalu benar penting untuk dibongkar kembali oleh pemerintah. Tetapi jangan lupa jika tantangan terbesar kita sesungguhnya adalah menjamin HAM yang masih ada dan hidup di bumi Indonesia ini terpenuhi. Jika kita mampu menghargai sosok yang masih hidup, maka kita pasti akan bisa menyelesaikan persoalan HAM masa lalu. Negara, wujudkanlah universalime HAM di Indonesia (***)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru