Terkelin- Brahmana SH akhirnya resmi menjadi Bupati definitif Kabupaten Karo. Ia dilantik Gubernur Sumatera Utara. Pelantikan ini adalah pelantikan yang untuk pertama kalinya pada level bupati menggunakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tetang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
Dalam pasal 203 Perppu itu disebutkan, dalam hal terjadi kekosongan gubernur, bupati dan wali kota, wakil gubernur, wakil bupati dan wakil wali kota menggantikan Gubernur, Bupati dan Wali kota sampai berakhir jabatannya. Selanjutnya, pasal 164 ayat (1) menyebutkan, bupati dan wali kota dilantik gubernur di ibukota provinsi, kemudian mengenai tatacara pelantikannya diatur melalui Perpres Nomor 167 tahun 2014 tentang Tata cara Pelantikan Gubernur, Bupati dan Wali kota juga kembali menegaskan bahwa pelantikan bupati dan wali kota dilaksanakan di ibukota provinsi.
Ini merupakan terobosan penting yang akan terus dilanjutkan melaksanakan pemerintahan daerah yang otonom tetapi dengan mempertimbangkan kewenangan pemerintah pusat. Selama ini pemerintah, termasuk Presiden Jokowi menekankan pentingnya membangun hubungan yang jelas antara pemerintah pusat dan daerah.
Penting untuk dikembalikan kepada pemahaman awal bahwa pemerintah daerah setingkat provinsi adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat.
Hal ini disebabkan kewenangan pemerintah provinsi yang diberikan pemerintah pusat hanya tinggal 25 persen, sementara kewenangan pemerintah daerah setingkat kabupaten/kota sudah mencapai 75 persen. Dengan demikian, pemerintah provinsi sebenarnya adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah.
Maka masuk akal jika Presiden Jokowi sudah dua kali mengumpulkan para gubernur se-Indonesia. Mereka diberikan arahan bahwa mereka tidak bisa berpikir bahwa mereka harus berjalan sendiri. Justru mereka harus mengemban amanah untuk melaksanakan tugas yang ingin dicapai pemerintah.
Logika demikian memang sangat penting disosialisasikan. Ada banyak pemerintah daerah, bahkan setingkat provinsi yang merasa "raja" sehingga merasa tidak perlu berada di bawah koordinasi pemerintah pusat. Ini harus diubah. Justru kelemahan yang terjadi selama ini di daerah jangan-jangan disebabkan pemerintah provinsi tidak melaksanakan tugasnya dengan baik.
Relasi antara provinsi dengan kabupaten/kota sebenarnya harus selaras. Maka alangkah sangat tidak elok ketika mendengar pemerintah provinsi berutang sampai bertahun-tahun kepada kabupaten/kota senilai triliunan rupiah. Apalagi jika pemerintah provinsi melalui SKPD-nya merasa bahwa mereka bisa mengatur "pemberian" dana kepada pemerintah daerah. Ini jelas logika yang sangat tidak masuk akal. Seharusnya mereka memberikan stimulus kepada daerah. Menahan-nahan hak daerah sama saja dengan membunuh daerah secara perlahan-lahan dan itu tidak seharusnya terjadi.
Demikian juga dengan pemerintah kabupaten/kota seharusnya menjadikan pemerintah provinsi sebagai pemerintah pusat di daerah. Jangan sedikit-sedikit ke Jakarta dan lupa melaksanakan kewajibannya kepada pemerintah provinsi. Pemerintah kabupaten/ kota juga jangan terjebak dalam mental "raja kecil".
Perlu ada rekonstruksi ulang terhadap model pemerintahan kita. Jangan karena jabatan dan kedudukan, malah lupa pada konsep mengenai keberadaan jabatan yang merupakan amanah konsepsi bentuk negara kita. Kita mendorong pelaksanaan otonomi daerah sampai pada tingkat perubahan paradigma berkuasa. b