Presiden Jokowi mengeluarkan Perpres No. 176 Tahun 2014 mengenai Pembubaran 10 Lembaga Non-Struktural. Ke-10 lembaga tersebut adalah Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional, Lembaga Koordinasi dan Pengendalian Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, Dewan Buku Nasional, Komisi Hukum Nasional, Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional, Komite Antar Departemen Bidang Kehutanan, Badan Pengembangan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu, Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak-anak, Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia dan Dewan Gula Indonesia.
Ke-10 lembaga tersebut dilebur fungsinya ke dalam kementerian tertentu. Ambil contoh Komisi Hukum Nasional dilebur ke dalam Kementerian Hukum dan HAM. Ke-10 lembaga ini kabarnya bukan yang terakhir. Masih ada 40 lagi lembaga non-struktural yang akan dibubarkan.
Di Indonesia terdapat setidaknya 88 lembaga non-struktural dengan berbagai variasi nama, baik Lembaga, Badan, Komisi, Dewan, dan Komite. Semuanya tentunya bukan lembaga tanpa anggaran. Kesemuanya membutuhkan dukungan anggaran, program dan tentunya sumber daya.
Tentu saja amat efektif jika keberadaan lembaga tersebut disesuaikan dengan fungsi yang diembannya. Jika tidak ada di dalam nomenklatur sebuah kementrian, maka wajar saja jika dipertahankan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, misalnya adalah lembaga yang non-struktural, tetapi berisi para peneliti. Lembaga tersebut dibentuk untuk melakukan riset-riset praktis dan tidak terkendala oleh dana reguler seperti dari kementerian. Maka lembaga tersebut patut dipertahankan.
Selama ini terbukti banyak peran lembaga non-struktural ini memang yang jelas tidak efektif. Maka tidak heran jika perannya kemudian bisa digabungkan. Lihat saja bagaimana tumpang tindihnya peran Lembaga Koordinasi dan Pengendalian Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat yang kemudian bisa dialihkan ke Kementerian Sosial. Lalu ada Dewan Buku Nasional kini bisa difungsikan ke Kemendikbud. Seterusnya Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional ternyata bisa dicantolkan ke peran yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Belum lagi jika ambil contoh Komite Antardepartemen Bidang Kehutanan. Selama ini fungsinya justru tidak pernah terdengar padahal Komite tersebut menjalin kerjasama yang berkaitan dengan masalah kehutanan. Maka pantas saja perannya itu kini dialihkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Satu lagi, Dewan Gula Indonesia yang seharusnya memikirkan industri gula kita ternyata gagal peran. Maka perannya kini dijalankan oleh Kementerian Pertanian.
Negara ini memang harus dihemat pengelolaannya. Kita jangan membiasakan diri asal membentuk sesuatu. Konsekuensinya amat banyak, termasuk mengurusinya. Terkadang sebuah lembaga dibentuk bukan karena memetakan persoalan. Ada unsur politis di sana. Padahal, sebuah lembaga baru dibuat karena dianggap memiliki peran strategis jika fungsinya benar-benar amat menentukan, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Pemilihan Umum atau LIPI tadi. Lembaga non-struktural tersebut memiliki peran yang tidak bisa digantikan oleh kementerian apapun.
Kita dukung upaya menata kelembagaan lembaga-lembaga negara. Kita perlu menjadikan sistem negara ini bukan hanya "gemuk" tetapi ligat.
(***)