Akhirnya pemerintah memberikan kado tahun baru kepada masyarakat. Kado itu adalah penurunan harga BBM yang sebelumnya sempat dinaikkan. Hanya bertahan kurang dari dua bulan, harga premium yang sebelumnya Rp. 8.500 per liternya kini menjadi Rp. 7.600 per liternya. Harga solar yang sebelumnya dipatok Rp. 7.500 per liternya kini menjadi Rp. 7.260. Sementara minyak tanah harganya tetap Rp. 2.500 per liternya.
Penurunan harga BBM ini, utamanya premium memang disambut baik banyak kalangan. Banyak yang menyatakan bahwa hal ini melegakan karena di tingkat riil, menaikkan harga barang atau jasa tidak semudah yang bisa dilakukan ketika pemerintah menaikkan harga BBM secara keseluruhan.
Namun penurunan harga ini bukan tanpa konsekuensi. Saat ini harga premium jauh dibawah tingkat keekonomiannya karena dijual tanpa subsidi. Penurunan harga minyak dunia menjadi salah satu pemicunya. Tetapi pemerintah akan terus melakukan evaluasi dengan cara memantau pergerakan harga minyak dunia. Maka kelak jika harga minyak dunia meningkat maka meningkat pulalah harga premium.
Berbeda dengan BBM jenis solar, pemerintah masih rela memberikan subsidi sebesar Rp. 1000. Maka di dalam APBN tahun 2015, alokasi subsidi untuk solar hanyalah Rp. 17 triliun saja. Ini jauh melebihi alokasi subsidi BBM yang sebelumnya mencapai Rp. 276,1 triliun. Subsidi solar ini juga akan digunakan modelnya di dalam memberikan subsidi premium jika harganya naik. Untuk sementara tanpa subsidi, harga premium memang akan mengikuti harga pasar. Tetapi pemerintah akan mempertimbangkan subsidi tetap, seperti solar, berapapun harga premium di pasar.
Dengan kondisi demikian, dimana premium tak lagi disubsidi dan solar hanya disubsidi terbatas, pemerintah memiliki ruang fiskal yang sangat besar. Ruang fiskal untuk menggerakkan sektor infrastruktur yang digadang-gadang pemerintah ini bernilai lumayan besar. Dan inilah yang bisa membantu mendorong asumsi pertumbuhan ekonomi dipatok lebih tinggi dari asumsi awalnya.
Kebijakan pemerintah di atas patut kita sampaikan kepada masyarakat. Sekarang ini masyarakat masih menduga bahwa penurunan BBM hanyalah sebuah kebijakan belaka. Masyarakat masih banyak yang tidak menduga bahwa harga BBM kelak akan dievaluasi dan bukan tidak mungkin akan berubah-ubah setiap bulannya.
Kebijakan ini tentunya juga erat kaitannya dengan rekomendasi tim reformasi tata kelola migas. Salah satu butir rekomendasinya adalah kelak premium jenis RON 88 yang tidak lagi digunakan di sebagian besar negara itu dihapus, digantikan oleh pertamax. Hal ini berhubungan dengan proses produksi dan pengolahan yang lebih mahal dan berisiko meningkatkan rente minyak alias mafia. Jika itu yang terjadi, maka Pertamina akan mengeluarkan kebijakan penggunaan Pertamax yang tidak lagi disubsidi, dan setiap bulannya harganya akan disesuaikan. Mengenai persaingan antar SPBU, inilah yang perlu dipacu karena tidak mungkin terus menerus menggunakan alasan tersebut untuk tidak memandirikan ruang fiskal yang terus menerus bocor dirongrong oleh mafia minyak. Dampak akhir pada kebijakan di sektor minyak inilah, tentu pada berhentinya para mafia yang selama ini menikmati suburnya potensi penyalahgunaan minyak, baik pada sektor harga, pengadaan, maupun distribusi.
Kita berharap perubahan-perubahan ini akan menunjukkan hasilnya. Kita ingin di tahun 2015 ini rakyat ada melihat sesuatu yang dibangun untuk kemashalatan bersama di negeri yang seharusnya sudah lama sejahtera ini.
(***)