Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 14 Juli 2025
Tajuk Rencana

Tak Gamang Menghadapi MEA

- Selasa, 06 Januari 2015 10:33 WIB
463 view
Fajar-  menyingsing di tahun 2015 tak sadar telah membawa kita dalam sebuah dunia yang terbuka. Dunia terbuka milik bersama sesama anggota ASEAN itu bernama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Mulai tahun 2015, sesama anggota ASEAN terikat kontrak untuk saling bebas berinteraksi dan meningkatkan kemampuan ekonomi tanpa lagi ada sekat negara masing-masing.

MEA tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa, tetapi juga pasar tenaga kerja profesional yang bernilai tinggi dan mahal seperti halnya dokter, pengacara, akuntan dan lainnya. Dengan adanya MEA, pasar tenaga kerja menjadi meningkat sehingga mencapai 600 juta jiwa orang yang hidup di Asia Tenggara. Ini jelas merupakan sebuah pasar yang sangat masif. Karena itu tidak heran jika ILO memprediksi jika permintaan tenaga kerja profesional akan naik 41% atau sekitar 14 juta. Sementara permintaan akan tenaga kerja kelas menengah akan naik 22% atau 38 juta, sementara tenaga kerja level rendah meningkat 24% atau 12 juta.

Presiden Jokowi sudah meminta Indonesia bersiap menghadapi MEA. Pada KTT ke-24  ASEAN di Myanmar November tahun lalu, presiden menyampaikan pikirannya bahwa MEA adalah sebuah keniscayaan jika secara bersama-sama, terjadi percepatan pembangunan infrastruktur dan konektivitas di negara ASEAN, antar negara ASEAN, dan dengan negara mitra. Berikutnya, presiden mengharapkan kerjasama investasi, industri, dan manufaktur, yang lebih erat di antara negara-negara anggota ASEAN. Dan yang paling penting adalah meningkatkan perdagangan intra negara ASEAN yang saat ini masih rendah, baru mencapai 24,2 persen. Maka jika ASEAN ingin maju seperti Masyarakat Ekonomi Eropa, PDB ASEAN harus ditingkatkan dari USD 2,2 triliun menjadi USD 4,4 triliun dan memangkas separuh persentase kemiskinan di kawasan ASEAN dari 18,6% menjadi 9,3%.

Dalam konteks itulah maka sudah saatnya kita menggunakan kesempatan pasar yang terbuka lebar dan kesempatan yang saling menguntungkan sesama negara ASEAN tersebut sebagai kesempatan melakukan penetrasi pasar. Dalam istilah perang, pertahanan terbaik adalah melakukan penyerangan. Penyerbuan ke pasar-pasar ASEAN adalah mutlak dan kata kunci jika kita tidak ingin hanya menjadi penonton. Secara demografis, di dalam MEA, kita adalah negara dengan penduduk terbesar dan itu bisa menjadi kesempatan sekaligus kelemahan.

Sampai saat ini, Indonesia sudah meratifikasi ratusan perjanjian mengenai MEA di antara sesama negara ASEAN. Pada saat yang sama, dengan konsep pembangunan yang bertumpu pada infrastruktur, Indonesia akan mampu mendorong peningkatan produksi barang terutama produk kelautan dan perikanan.

Untuk mengintegrasikan koneksi antar produk dalam negeri, pemerintah mendorong bertumbuhnya sentra ekonomi yang lebih merata.

Semuanya harus diletakkan dalam upaya menggenjot komitmen nasional bahwa dalam MEA kita adalah pelaku. Kita harus menunjukkan bahwa kita bisa mendorong produksi dalam negeri untuk lebih berkualitas dan menjadi penentu. Maka sudah sewajarnya juga jika kualitas sumber daya manusia kita harus lebih tinggi. Kualitas SDM kita harus jauh dari sekedar tenaga kerja murahan di sektor informal, melainkan tenaga kerja profesional dan bermutu dan dibayar mahal. Inilah yang coba dijawab dengan mendirikan sentra pendidikan yang berkualitas, pelatihan yang baik dan pendidikan berkelanjutan.
Kita tidak boleh gamang bersaing. Terbukanya pasar adalah kesempatan besar kita. Selamat datang MEA (***)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru