Akhirnya DPR mensahkan Perppu No 1 Tahun 2014 tentang Pilkada menjadi UU Pilkada, meski dengan catatan untuk segera melakukan perbaikan atau revisi. KPU pun bisa menarik napas lega karena akan mulai bekerja. Revisi dimaksud di antaranya mengenai uji publik. Banyak pihak menyatakan bahwa jika tidak dihapus, uji publik seharusnya dibuat dalam waktu yang lebih singkat dan bukan tiga bulan sebagaimana dalam Perppu.
Selain masalah uji publik, pada pemilihan kepala daerah kali ini akan dipisahkan dengan pemilihan wakil kepala daerah. Paket pasangan sudah tidak ada lagi karena wakil kepala daerah akan ditentukan sendiri oleh kepala daerah yang memenangkan Pilkada. Banyak pihak beranggapan bahwa ketentuan itu tidak perlu dan menjadikan proses Pilkada tidak kompetitif lagi.
Persoalan jadwal juga menjadi catatan penting untuk segera dibenahi. UU tersebut mengisyaratkan bahwa seluruh jadwal Pilkada harus selesai pada tahun 2015, tanpa memperkirakan Pilkada akan berlangsung dalam dua putaran. Lalu Pilkada serentak tahap kedua akan dilaksanakan pada tahun 2018. Jika itu dilakukan maka akan ada banyak jabatan kepala daerah yang diisi oleh pelaksana tugas, karena akan ada kepala daerah yang akan berakhir masa jabatannya pada tahun 2016 sampai dengan 2018.
Menyelenggarakan Pilkada tahun ini memang bukan pekerjaan kecil. Tahun ini sebanyak 204 daerah akan menyelenggarakan Pilkada langsung secara serentak sehingga tingkat kerumitannya sangat tinggi. Tetapi apa boleh buat, keputusan politik untuk pelaksanaan Pilkada telah ditetapkan DPR dan pemerintah.
Tahun 2015 ini sesuai dengan jadwalnya, terdapat 8 provinsi dan 170 kabupaten serta 26 kota menggelar Pilkada langsung. Di Sumut sendiri akan dilaksanakan Pilkada di 14 kabupaten/kota. Biaya pelaksanaan tentunya sudah mulai ditampung dalam APBD 2015 atau setidak-tidaknya dalam P-APBD yang seharusnya juga akan digelar secepatnya.
Untuk memuluskan pelaksanaan Pilkada ini, semua pihak diminta untuk berperan dengan baik. Salah satunya adalah parpol. Untuk bisa mengusulkan calon gubernur, bupati dan wali kota, parpol yang berhak adalah yang memiliki 20 persen kursi atau gabungan kursi di DPRD atau minimal 25 persen suara sah pemilu DPRD di daerah yang bersangkutan. Umumnya parpol telah mulai mempersiapkan diri. Tanpa terpengaruh oleh persoalan koalisi, kebanyakan parpol akan menimbang jagoannya sesuai dengan realitas politik di lapangan. Kembali, aspek popularitas tetaplah menjadi satu-satunya pertimbangan bagi setiap parpol untuk mengusung kandidatnya sendiri.
Selain masalah persiapan parpol, KPU juga harus benar-benar serius mempersiapkan diri. Belajar dari Pilpres yang penuh dengan perdebatan soal daftar pemilih, KPU benar-benar harus memutakhirkan datanya. Tidak ada gunanya menggunakan daftar pemilih yang banyak diisi nama-nama siluman. Karena itulah penting memberikan pendidikan kepada masyarakat supaya benar-benar memeriksa keberadaan nama mereka dalam masa sosialisasi daftar pemilih.
Sebagai perhelatan akbar dan masif, Pilkada langsung ini kita sambut dengan serius dan sungguh-sungguh. Ini akan menentukan kepemimpinan lokal di 204 daerah. Karena itu marilah kita berjuang bersama-sama memuluskan pelaksanaannya.
(***)