Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 14 Juli 2025

Lawan Kita yang Sesungguhnya

- Sabtu, 24 Januari 2015 10:34 WIB
380 view
Bukannya persoalan ekonomi dan bukannya persoalan bencana, tantangan besar kita di awal tahun ini ternyata adalah masalah hukum dan politik yang campur baur menjadi satu. Di saat kita ingin hidup lebih baik sebagaimana pernah disematkan kepada Presiden Jokowi oleh majalah Time sebagai sebuah harapan baru (A New Hope) kepada bangsa Indonesia, jalan yang terjal ternyata harus dihadapi.

Hanya dalam waktu dua hari, dua peristiwa penting dan menarik seolah menyedot perhatian kita bersama. Di hari pertama Plt Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto mengungkapkan kepada media bahwa Ketua KPK Abraham Samad pernah secara aktif terlibat dalam upaya mencalonkan dirinya sebagai calon wakil presiden. Tak habis keheranan kita mendengar kisah tersebut, di hari kedua, pagi-pagi kita sudah dikejutkan kisah penangkapan Bambang Widjojanto, Wakil Ketua KPK. Ia dituding terlibat dalam kasus kesaksian palsu dalam Pilkada satu kabupaten di Kalimantan Tengah beberapa tahun lalu.

Rasanya kita malu menyaksikan peristiwa-peristiwa di atas. Kita justru sibuk pada urusan-urusan yang sifatnya personal. Bayangkan beban yang harus ditanggung oleh pemerintah. Puluhan dermaga harus dibenahi. Puluhan pelabuhan udara harus dibangun. Jalan tol ribuan kilometer harus dibangun. Swasembada pangan harus dikebut. Jaminan kesehatan dan pendidikan harus dikejar. Semuanya adalah proyek besar yang membutuhkan kerjasama dan konsentrasi penuh.

Belum lagi menghela utang negara yang jumlahnya sudah semakin besar. Ada lagi masalah kemiskinan dan pengangguran yang belum bisa diatasi. Harga-harga juga belum terkendali karena para pengusaha masih belum ikhlas menurunkan harga komoditi meski harga BBM sudah diturunkan oleh pemerintah. Jangan silap, narkoba juga sudah semakin dalam merusak negeri ini.

Semuanya adalah masalah besar. Tetapi kini kita menyaksikan masalah individu bisa menyeret bangsa ini ke dalam persoalan serius. Kasus-kasus individu dalam tubuh Polri dan KPK telah menyeret lembaga tersebut ke dalam gesekan yang disaksikan dunia luar. Apa kata mereka? Kantor berita Reuters bahkan menulis bahwa kejadian penangkapan Wakil Ketua KPK tidak bisa dilepaskan dari konflik antar lembaga penegakan hukum di Indonesia.

Miris menyaksikan betapa rapuhnya kita. Jika dulu para pejuang bertempur habis-habisan di dalam menegakkan martabat bangsa, hari-hari ini kita menyaksikan bagaimana masing-masing pihak di negeri ini justru mempermalukan diri sendiri. Kalau dulu para pejuang melawan pihak luar dan asing yang ingin menjajah kita, saat ini kita justru saling serang dan saling sikat serta sikut.

Polri dengan masing-masing personil yang seharusnya menjaga kewibawaannya justru menyeret lembaga tersebut dalam kondisi yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Idem dito, KPK juga dengan kondisi yang selama ini begitu dipuji, justru terkesan terseret dalam kepentingan politik.

Di sinilah kepemimpinan Presiden Jokowi diuji. Masalah bangsa ini ternyata begitu rumit dan ruwet. Tidak mudah memimpinnya. Karena itu dibutuhkan ketenangan dan keyakinan bahwa masih banyak yang mendukung presiden berbuat yang lebih baik bagi negeri ini. Pernyataan presiden supaya kedua institusi mengedepankan etika perlu dipegang teguh sebagai petunjuk.

Selamatkan Polri dan selamatkan KPK. Kita butuh dua institusi tersebut. Jangan sampai perbuatan individu mempermalukan negeri ini. Dunia menonton perilaku kita. (***)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru