Salah satu ancaman Pilkada selama ini adalah keterlibatan pejabat daerah, terutama yang masih terikat pada pemerintahan sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil). Pejabat PNS ini banyak yang kemudian mendapatkan keuntungan karena mempengaruhi organisasi di bawahnya, setidak-tidaknya menggerakkan mereka yang berada di bawah kendalinya, untuk mendukung.
Dukungan kepada pejabat yang berkompetisi dalam Pilkada ada banyak. Jika pejabat tersebut masih menjadi kepala daerah, maka program-program yang diminta disusun oleh pejabat di bawah kendalinya adalah program yang diharapkan akan bombastis, dan meningkatkan citra dan pamor kepala daerah tersebut menjelang dimulainya kompetisi.
Karena itu kita menyambut dengan baik keputusan pemerintah untuk dua hal. Pertama adalah melarang PNS mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Banyak kepala daerah adalah seorang PNS, diantaranya Wali Kota Medan. Sebagai PNS, tentu akan ada kepentingan bagi para pejabat untuk tetap mempengaruhi bawahannya, karena mereka yang berkompetisi biasanya adalah pejabat yang sudah cukup senior.
Larangan kedua adalah sebagaimana disampaikan oleh Gubsu Gatot Pujo Nugroho, sekretaris daerah baik kabupaten maupun kota tidak diijinkan menjadi Pjs bupati/wali kota yang akan berakhir masa tugasnya di tahun 2015 ini karena penyelenggaraan Pilkada. Dengan demikian, Pjs kepala daerah akan diambil dari jajaran pejabat teras Pemprovsu yang tidak ikut berkompetisi.
Kedua larangan tersebut memang untuk menjadikan kompetisi Pilkada menjadi fairplay. Selama ini, misalnya saja jika Sekda diangkat menjadi Pjs, maka incumbent akan memanfaatkan hal tersebut sebagai kesempatan untuk menggerakkan birokrasinya. Mengingat kewenangan Sekda cukup besar dan kemudian diangkat menjadi Pjs, maka potensi bagi incumbent untuk terpilih kembali sangatlah besar.
Banyak kepala daerah yang kemudian memilih Sekda sebagai Pjs karena memiliki kedekatan seperti ini. Ada semacam kerjasama terselubung untuk menjadikan Pjs yang adalah sebelumnya Sekda sebagai bumper kepentingan politik di daerah. Ini memang harus dicegah dengan melarang Sekda sebagai Pjs.
Namun kurang dari setahun sebelum dimulainya kompetisi, masih saja kita dengar aksi rotasi dan mutasi dilakukan oleh banyak kepala daerah yang ingin mencalonkan diri kembali. Memang kewenangannya adalah enam bulan terakhir. Tetapi rotasi dan mutasi ini kita duga untuk mendorong mereka yang loyal mengalokasikan kegiatan pada sesuatu yang menjadikan incumbent menjadi lebih populer di mata masyarakat. Sebut saja di beberapa daerah sekarang marak berbagai peresmian ini itu, penandatanganan ini itu dan pembukaan kegiatan ini itu. Kita kuatir bahwa hal-hal seperti ini justru hanya untuk tujuan menghabiskan dana APBD melalui SKPD yang loyalitasnya bisa dibeli dengan jabatan sebagai kepala dinas.
Kita mendukung pemerintah bersikap tegas dan memang tidak main-main terhadap pengetatan pengaruh kepala daerah terhadap rivalitas yang akan terjadi dalam beberapa bulan ini. Kompetisi Pilkada harus dilakukan dengan cara yang sehat dan baik, serta sedapat mungkin mencegah unsur kecurangannya. Tidak elok rasanya jika kemenangan itu menjadi cacat karena unsur mobilisasi PNS dilakukan oleh para incumbent atau kompetitornya yang (mantan) PNS.
Kita berharap semua ikut aturan. Tidak perlu lagi melakukan loby ke Jakarta, biarkan kewenangan Gubsu menentukan Pjs Sekda yang akan ditunjuknya beberapa waktu mendatang ini
. (***)