Mengejutkan, sekitar 5.000 hektare hutan lindung luluh lantak di Kabupaten Langkat. Bukan hanya kayunya yang dijarah, lahan pun diduduki pemilik modal kuat serta disulap menjadi perkebunan sawit dan tambak udang. Pertanyaan besar, saat perambahan hutan dan penguasaan lahan ini berlangsung dengan aman tenteram, di mana negara? Apakah aparat negara sudah menganggapnya legal sehingga dibiarkan begitu saja?
Jika hanya kayunya yang dijarah, bisa saja negara berdalih, malingnya beraksi diam-diam dan sudah melarikan ini. Ini penguasaan hutan lindung tersebut dilakukan secara terang-terangan. Hasil Patroli Inventarisasi Kawasan Hutan di Langkat, ditemukan hampir di sepanjang pesisir pantai Langkat telah dirambah.
Ada yang menjadi perkebunan sawit dan telah dipanen, ada yang menjadi tambak udang dan ada yang mulai digarap. Luas lahan yang telah menjadi kebun dan tambak udang diperkirakan 5.000 hektare lebih. Sementara ribuan hektare lainnya mulai digarap dengan alat-alat berat. Seluruh kawasan yang digarap berada di kawasan hutan lindung dan hutan produksi sesuai dengan titik koordinat berdasarkan SK Menhut No. 579 Tahun 2014 Tentang Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara.
Setelah dinventarisasi Dinas Kehutanan Sumut, semua usaha perkebunan dan tambak udang serta usaha lainnya yang berada di kawasan hutan itu tidak memiliki izin dari Menteri Kehutanan, kecuali lokasi PLTU Sumut II di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Pangkalan Susu. Bahkan, lokasi perumahan untuk karyawan PLTU tersebut belum memiliki izin dari Menhut. Padahal kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi hanya bisa diusahai jika ada izin dari Menteri Kehutanan.
Pemerintah tak boleh berdalih atas nama keterbatasan personel Polisi Kehutanan dibanding luas hutan dan minimnya anggaran yang ada. Memang sangat memprihatinkan, hutan seluas 3.055.795 hektare di Sumut, hanya dikawal 178 orang Polisi Kehutanan. Hampir setengah dari personel itu sudah berusia lanjut dan sarana serta prasarana seperti mobil dua sumbu (gardang dua) dan sepedamotor trail yang mendukung pelaksanaan patroli di kawasan hutan sangat minim! Kita terlalu abai untuk menjaga hutan milik negara yang jika dirusak akan menjadi bencana bagi negeri ini, saat ini dan di masa depan.
Sebelum perambahan makin meluas dan kerusakan hutan lindung makin parah, negara harus bertindak. Pemerintah pusat perlu segera membentuk satuan tugas melibatkan Kementerian Kehutanan, kepolisian, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten. Perambahan dan penguasaan lahan ini sudah masif sebab luasnya lima ribuan, bahkan terus bertambah setiap hari.
Apalagi yang sekarang menguasai lahan tersebut diduga pemilik modal yang kuat, yang bisa memiliki jaringan kuat. Kalau tidak, mana mungkin berani merambah, membangun usaha perkebunan dan tambak udang secara terang-terangan. Tak mungkin sawit yang sudah panen dan tambak udang yang sudah operasional tak ada pemiliknya.
Negara tak boleh kalah melawan perambah hutan. Siapa pun pelaku perambahan dan penguasaan lahan hutan lindung di Langkat tersebut harus diusut. Tak berhenti di situ saja, jika memang ada pembiaran dari aparat negara, maka oknum tersebut harus ikut diberi sanksi. Kerusakan hutan lindung ini sudah termasuk kategori gawat darurat, dan negara harus bertindak!
(**)