Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Selasa, 15 Juli 2025

Perempuan Bukan Lagi Sekadar Pelengkap

- Selasa, 21 April 2015 09:49 WIB
286 view
Perempuan Bukan Lagi Sekadar Pelengkap
Setiap tanggal 21 April selalu diperingati sebagai Hari Kartini. Diambil dari hari lahir Raden Ajeng Kartini, pejuang emansipasi asal Jepara yang dianggap sebagai tonggak kebangkitan kaum perempuan untuk sejajar dengan laki-laki. Bukan lagi sekadar pelengkap atau lebih rendah dari kaum Adam.

Hari Kartini sering digambarkan dan disosialisasikan dengan parade sanggul dan kebaya. Kantor-kantor pemerintah dan pelayanan publik ramai dengan penampilan ibu yang bersanggul dan berkebaya. Lalu itu dianggap sudah merayakan Hari Kartini. Karena terpaku dengan seremoni, hakekat dan esensinya menjadi terlupa.

Harusnya perayaan Kartini menjadi momentum mengevaluasi keberadaan kaum perempuan di Indonesia. Apakah mereka sudah mendapat apa yang menjadi haknya? Jika belum apa yang menyebabkan, dan apa yang harus dilakukan lagi agar perempuan bisa berdaya. Lalu seberapa banyak yang sudah mendapat kesempatan menikmati emansipasi, ini perlu disyukuri.

Fakta menunjukkan apa yang diperjuangkan Kartini belum bisa dinikmati banyak perempuan Indonesia. Masih banyak yang belum menikmati pendidikan secara layak, serta mengalami diskriminasi di keluarga, masyarakat dan pekerjaan. Jumlah perempuan yang menjadi pemimpin di bidang politik, pemerintahan, dan organisasi kemasyarakatan pun masih sangat minim.

Padahal, dari segi jumlah, perempuan tak bisa dipandang sebelah mata. Baik berdasarkan sensus penduduk, daftar pemilih tetap di pemilihan legislatif dan presiden, perempuan selalu mendominasi. Namun, walau sudah dibantu UU agar diberi jatah minimal 30 persen dari calon legislatif, jumlah yang duduk sebagai anggota dewan masih jauh dari harapan.

Penyebabnya karena kekurangpercayaan publik terhadap perempuan yang menjadi calon atau bisa saja yang menjadi kandidat masih kurang berkualitas di mata pemilih. Bahkan perempuan sendiri masih enggan memilih kaumnya saat pemilihan legislatif. Kalau memang memiliki kemampuan kenapa perempuan harus kehilangan kesempatan menjadi anggota dewan yang baik?

Wajar jika perempuan diberi kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk menduduki jabatan publik. Tentu saja tanpa mengabaikan tanggung jawabnya kepada suami dan anak, bagi yang sudah berkeluarga. Biarlah rakyat yang menentukan siapa yang memang pantas dan layak. Bukan berarti perempuan menjadi diistimewakan. Esensinya adalah semua sama dan memiliki hak sama sesuai yang dijamin dalam konstitusi, tanpa membedakan jenis kelamin.
Kita berharap pada momentum pilkada serentak di Sumatera Utara tahun ini, muncul para perempuan menjadi pemimpin di daerah-daerah. Perempuan yang memiliki kapasitas harus didorong agar berani mengambil kesempatan untuk menjadi pemimpin, di bidang politik, pemerintahan, agama, dan kemasyarakatan.

Kaum pria tak boleh lagi menganggap perempuan sebagai saingan jika masuk ke ranah publik sebagai calon pemimpin. Perempuan merupakan anugerah Tuhan bagi laki-laki untuk saling melengkapi dan menjadi mitra satu sama lain. Baik laki-laki maupun perempuan, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, yang jika bersinergi akan muncul kekuatan besar untuk kemajuan bersama. (**)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru